MAP Boga Adiperkasa (MAPB), pengelola Starbucks Indonesia, merespons dengan langkah ekspansi yang lebih selektif dan pengendalian biaya ketat. Namun tantangan menjaga citra dan kepercayaan publik tetap besar.
Kinerja Keuangan MAPB Kuartal III 2025: Krisis Berlanjut
Di balik semangat ekspansi dan narasi kebanggaan, realitas finansial berbicara lain. Hingga kuartal III 2025, PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB) kembali mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp146 miliar, berbanding terbalik dengan laba Rp105 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Detailnya:
- Pendapatan bersih turun dari Rp3,99 triliun menjadi Rp3,23 triliun (turun 19%).
- Laba usaha negatif Rp95 miliar, padahal tahun lalu masih mencetak laba Rp171 miliar.
- Margin laba bersih terjun ke -4,5%, dari sebelumnya +2,6%.
- Rasio laba terhadap ekuitas merosot ke -9,4%, menandakan tekanan serius terhadap struktur modal.
Meski beban pokok pendapatan sedikit membaik, penurunan penjualan, terutama di segmen minuman dan makanan, masih menjadi tantangan utama. Faktor boikot geopolitik, perubahan perilaku konsumen, dan tekanan operasional memperburuk kondisi.
Dengan kata lain, MAPB masih harus berjuang keras menjaga keseimbangan antara narasi ekspansi dan realitas krisis finansial.
Citra Publik yang Bertolak Belakang
- Di Indonesia, Starbucks tampil sebagai simbol kebanggaan lokal yang mendunia. Ia dirayakan sebagai bagian dari gaya hidup urban, sekaligus membuka peluang bagi petani kopi dan barista lokal untuk tampil di kancah global.
- Di Amerika Utara, Starbucks sedang bergulat dengan efisiensi, tekanan investor, dan krisis reputasi akibat PHK dan penutupan gerai.
Kontradiksi ini membuat Starbucks menjadi studi kasus unik dalam dunia bisnis global: bagaimana satu merek yang sama bisa memiliki citra yang sangat berbeda di tiap belahan dunia.
Refleksi Penutup
Perayaan 23 tahun Starbucks di Indonesia bukan sekadar ulang tahun, melainkan juga ujian etika korporat. Apakah mungkin merayakan keberhasilan lokal tanpa mengakui luka global?
Starbucks Indonesia mungkin tidak bisa mengubah arah pusatnya di Seattle, tapi ia bisa menunjukkan bahwa bisnis sejati berakar pada komunitas, bukan semata laba.
"Kopi bukan hanya minuman. Ia adalah narasi tentang tanah, tenaga, dan harapan."
-Refleksi penulis