Dari Layar ke Ladang, Dari Grafik ke Gerak
Di tengah sinyal makro yang stabil, rakyat menunggu giliran. Â
Apakah bunga yang turun dan kurs yang dijaga benar-benar menjelma jadi gerak di ladang dan warung?
Pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat di kisaran Rp16.742/USD. Angka ini bukan sekadar kurs harian, tapi sinyal bahwa Bank Indonesia (BI) sedang berjibaku menjaga level psikologis Rp16.800/USD agar tidak tembus.Â
Intervensi pasar dilakukan melalui transaksi spot, DNDF, dan pembelian SBN. Di balik layar, BI sedang menahan gelombang agar grafik tetap stabil.
Namun, pertanyaannya tetap menggantung: Â
Apakah grafik yang stabil ini benar-benar menyentuh ladang, warung, dan bengkel rakyat?
BI Cetak Hattrick: Suku Bunga Turun, Tapi Apakah Kredit Mengalir?
Seperti diberitakan sejumlah media dan ditulis oleh Paktuo Irwan Rinaldi di Kompasiana [1], BI kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%.Â
Ini adalah penurunan ketiga secara beruntun, sebuah hattrick kebijakan moneter yang bertujuan mendorong pertumbuhan dan menjaga daya saing rupiah.
Namun, pertanyaannya tetap: Â
Apakah pelaku usaha kecil benar-benar merasakan dampaknya? Â
Apakah bunga rendah ini diterjemahkan menjadi akses pembiayaan yang lebih inklusif dan terjangkau?
Karena jika suku bunga turun tapi kredit tetap tersendat, maka hattrick itu hanya tercatat di layar, bukan di ladang.
Dana Rp200 Triliun Digelontorkan: Stabilitas atau Simpanan?
Pemerintah telah menggelontorkan dana jumbo senilai Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke lima bank Himbara.Â
Dana ini sebelumnya mengendap di Rekening Kas Umum Negara di BI, dan kini dialirkan untuk memperkuat likuiditas dan mendorong kredit ke sektor riil.
Namun, seperti yang ditulis oleh Paktuo Irwan dalam artikel lainnya [2], pertanyaan mendasarnya tetap: Â
Apakah dana jumbo ini benar-benar mengalir ke UMKM, atau hanya memperkuat kredit korporasi?
Data menunjukkan bahwa rasio alat likuid terhadap DPK melonjak di atas 20%, tapi pertumbuhan kredit hanya 7%. Artinya, likuiditas tinggi belum tentu berarti kredit mengalir ke pelaku usaha. Ada jeda antara kesiapan dana dan keberanian menyalurkan.
Mari kita tunggu, karena menggelontorkan kredit tentu tidak bisa dilakukan secara serampangan. Ia membutuhkan tata kelola, mitigasi risiko, dan keberpihakan yang jelas.Â
Tapi justru di sanalah ujian sebenarnya: Â
- Apakah bank milik negara mampu menjembatani stabilitas makro dengan denyut mikro?Â
- Apakah dana publik yang digelontorkan benar-benar menyentuh publik yang paling membutuhkan?
Jika tidak, maka dana hanya mengalir di antara institusi, bukan di antara kehidupan. Â
Dan ekonomi rakyat tetap menunggu giliran, di pinggir layar yang terus bergerak.
Intervensi Kurs: Menjaga Psikologis atau Menyentuh Harga?
Dengan cadangan devisa di atas US$144 miliar, BI memiliki ruang intervensi yang cukup untuk menjaga stabilitas rupiah. Namun, tekanan eksternal seperti kebijakan proteksionis AS dan ketidakpastian geopolitik tetap membayangi.
Jika level Rp16.800/USD tembus, maka risiko inflasi impor meningkat. Harga bahan baku bisa melonjak, dan pelaku usaha kecil akan tertekan.Â
Maka, intervensi kurs bukan hanya soal angka, tapi soal apakah stabilitas itu benar-benar menjelma jadi harga yang terjangkau di pasar rakyat.
Refleksi: Sinyal Belum Tentu Denyut, Denyut Belum Tentu Kehidupan
IHSG mencetak rekor. Suku bunga turun. Dana jumbo digelontorkan. Kurs dijaga. Tapi pertanyaannya tetap: Â
Apakah rakyat ikut bergerak? [3]
Apakah warung di kampung mulai ramai karena harga bahan baku stabil? Â
Apakah ladang di pelosok mulai subur karena pupuk lebih terjangkau? Â
Apakah bengkel kecil mulai berani menambah tenaga kerja karena akses pembiayaan makin mudah?
Tanpa kebijakan turunan yang menghubungkan stabilitas makro dengan inklusi mikro, semua sinyal itu hanya berputar di layar, bukan di lapangan. Â
Rakyat tetap menonton, bukan ikut menari. Â
Mereka tetap berada di pinggir layar ekonomi, menunggu giliran yang tak kunjung datang.
Harapan Cemerlang: Ekonomi yang Hidup, Bukan Sekadar Tumbuh
Yang dibutuhkan bukan hanya angka, tapi arah. Â Bukan hanya dana, tapi daya. Â Dan bukan hanya devisa, tapi keputusan yang menyentuh.
Jika rakyat ikut bergerak, maka ekonomi bukan hanya tumbuh, ia hidup. Â
Dan jika ekonomi hidup, maka harapan bukan hanya wacana, ia nyata.
Kita sedang menjaga bukan hanya grafik, tapi arah ekonomi yang berpihak dan bermartabat. Â
Karena di balik indeks, ada wajah. Di balik devisa, ada keluarga. Dan di balik dana, ada harapan yang tak boleh dikhianati.
Penulis: Merza GamalÂ
Bintaro Jaya - 25 September 2025
_______________________
Referensi & Tautan Artikel Terkait:
1. BI Cetak Hattrick -Â Kompasiana Â
2. Bank Dapat Dana Jumbo - Kompasiana Â
3. Ketika Dolar Ditarik - Kompasiana Â
_________________________
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI