Pada suatu pagi yang tak biasa di Tirana, Albania, Perdana Menteri Edi Rama berdiri di hadapan sidang Partai Sosialis dan memperkenalkan anggota kabinet barunya.Â
Di antara nama-nama menteri manusia, muncul satu sosok yang tak memiliki tubuh, tak punya rekening bank, dan tak bisa disuap: Diella, entitas kecerdasan buatan (AI) yang ditunjuk sebagai Menteri Pengadaan Publik.
Diella, yang berarti "matahari" dalam bahasa Albania, bukan sekadar algoritma. Ia adalah simbol perlawanan terhadap korupsi yang telah lama mengakar.Â
Rama menyebutnya sebagai "menteri yang tak bisa berbohong, tak bisa berkolusi, dan tak punya kepentingan pribadi." Diella hadir sebagai harapan baru, atau mungkin sebagai cermin dari kegagalan lama.
Diella dan Dunia yang Bertanya
Langkah Albania ini mengguncang dunia. Diella menyampaikan pidato perdananya melalui video, menyatakan:
"Bahaya nyata bagi konstitusi bukanlah mesin, melainkan keputusan tidak manusiawi dari mereka yang berkuasa."
Pernyataan itu bukan hanya pembelaan terhadap eksistensinya, tapi juga sindiran tajam terhadap elit politik manusia. Namun, sejarah AI tidak selalu bersih.Â
Dalam kasus hukum Mata v. Avianca di Amerika Serikat, seorang pengacara menggunakan AI untuk riset hukum dan mengutip kasus-kasus yang ternyata tidak pernah ada. Ini disebut "halusinasi AI", ketika mesin menciptakan fakta palsu yang tampak sahih.
Jika AI bisa mengarang kutipan hukum, mungkinkah ia juga salah menilai tender publik? Dan jika itu terjadi, siapa yang bertanggung jawab?
Indonesia: Di Mana Korupsi Bukan Lagi Rahasia