Di sinilah peluang terbuka. Jika dulu saya membangun rak fisik, kini saatnya kita membangun rak digital dalam bentuk Knowledge Management System, BookTalk reels, literasi visual, dan microlearning yang tetap menjaga kedalaman dan etika berbagi.
KMS: Menyimpan Ingatan, Mencegah Kesalahan
Saat saya bertugas sebagai Corporate Culture & Fraud Prevention Department Head, saya bersama tim IT dan divisi lain membangun Knowledge Management System (KMS).Â
Sistem ini menghimpun pengalaman nyata para pegawai dan manajemen, agar mereka yang menghadapi situasi serupa bisa belajar tanpa harus jatuh di lubang yang sama.
KMS bukan sekadar dokumentasi. Ia adalah penjaga ingatan kolektif. Ia mencegah pengulangan kesalahan, mempercepat adaptasi, dan memperkuat budaya kerja yang reflektif.Â
Di era digital, KMS bisa menjadi jembatan antara literasi dan efisiensi, antara pengalaman dan pencegahan risiko.
Strategi Literasi Korporasi di Era Digital
Ada banyak pendekatan yang bisa dikembangkan oleh perusahaan saat ini untuk menghidupkan kembali semangat baca. Salah satunya adalah mengadakan BookTalk dalam format hybrid, bedah buku ringan melalui Zoom atau siaran langsung di kanal internal perusahaan.Â
Narasumbernya bisa berasal dari pegawai sendiri, bukan hanya reviewer profesional, sehingga diskusi terasa lebih dekat dan relevan.
Selain itu, kutipan-kutipan inspiratif dari buku bisa disajikan dalam format visual seperti carousel Instagram atau reels pendek.Â
Desain yang menarik, dikombinasikan dengan pesan yang reflektif, dapat menyusupkan nilai literasi ke dalam budaya digital yang sudah akrab di kalangan pegawai.
Perusahaan juga bisa membangun Digital Reading Lounge, sebuah kanal khusus di intranet yang berisi ulasan buku, refleksi pegawai, dan rekomendasi bacaan. Ruang ini menjadi tempat tumbuh yang tenang dan bermakna, jauh dari hiruk-pikuk deadline.