Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dana Pemerintah Bukan Lagi untuk Membeli SBN; Koreksi Fiskal atau Sekadar Simbolik?

14 September 2025   07:30 Diperbarui: 14 September 2025   07:30 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBN dan Dana Pemerintah untuk Ekonomi Riil, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

"Dana pemerintah bukan untuk bermain di pasar, tapi untuk menghidupkan sektor riil." 

Kalimat ini bukan sekadar prinsip fiskal, melainkan koreksi arah sejarah ekonomi yang terlalu lama tersandera oleh kenyamanan sistem.

Ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melarang bank-bank penerima dana Rp200 triliun untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN), ia tidak hanya mengeluarkan diktum teknis. Ia sedang membongkar salah satu praktik fiskal paling mapan dan paling steril dari keberpihakan.

Selama bertahun-tahun, dana pemerintah yang seharusnya menjadi darah segar bagi ekonomi rakyat justru diparkir di instrumen keuangan yang aman dan berbunga. 

SBN menjadi tempat berlindung yang menguntungkan bagi bank dan pemerintah, tapi sekaligus menjauhkan uang negara dari warung, bengkel, konveksi, dan sawah. 

Sektor riil dibiarkan megap-megap, sementara neraca keuangan terlihat sehat. Ini adalah anomali likuiditas yang membuat ekonomi tampak bergerak, padahal denyutnya lemah.

Bubble Gum Economy: Pertumbuhan yang Dikunyah, Bukan Dicerna

Kebijakan fiskal yang terlalu lama bergantung pada instrumen pasar seperti SBN telah melahirkan apa yang disebut oleh sebagian ekonom sebagai bubble gum economy, yaitu ekonomi yang tampak manis, elastis, dan terus dikunyah, tapi tidak pernah benar-benar dicerna oleh rakyat. 

Ia menghasilkan angka pertumbuhan, tapi tidak menciptakan nilai. Ia mempercantik laporan, tapi tidak memperbaiki dapur.

Dalam bubble gum economy, uang berputar di antara institusi keuangan, investor, dan pemerintah, tapi tidak pernah menyentuh tangan petani, pedagang kecil, atau buruh pabrik. Yang terjadi adalah ilusi likuiditas: neraca bank gemuk, tapi pasar rakyat kurus. 

Dan ketika inflasi menggila, daya beli kolaps, dan PHK meluas, kita tahu bahwa permen karet itu sudah kehilangan rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun