Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Peringatan Pendiri AI Google; Gelar Dokter dan Pengacara Akan Sia-sia

23 Agustus 2025   09:20 Diperbarui: 23 Agustus 2025   09:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman SH & Magister Manajemen Pembangunan mensurpevisi para Dokter, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Pengacara: Penjaga Pasal atau Penafsir Keadilan?

Di dunia hukum, perubahan tak kalah dramatis. Dulu, pengacara adalah penjaga logika, pengurai pasal, dan penggali preseden. Tapi kini, AI bisa membaca ribuan dokumen hukum dalam hitungan detik, menyusun argumen hukum berdasarkan yurisprudensi global, bahkan memprediksi hasil sidang berdasarkan pola keputusan hakim.

Di Amerika Serikat, firma hukum besar sudah menggunakan AI untuk menyaring bukti, menyiapkan gugatan, dan menilai risiko hukum. Di Inggris, sistem AI digunakan untuk menyusun kontrak dan mediasi daring. Di Indonesia, meski belum masif, tren ini mulai merayap---dari chatbot hukum hingga analisis dokumen berbasis machine learning.

Namun, seperti halnya dokter, pengacara bukan sekadar profesi teknis. Ia adalah penjaga keadilan, penafsir nilai, dan pelindung hak-hak yang tak tertulis. AI bisa menyusun argumen, tapi tidak bisa merasakan ketidakadilan. Ia bisa membaca pasal, tapi tidak bisa menangis bersama korban.

Pendidikan Hukum: Antara Pasal dan Nurani

Di banyak fakultas hukum Indonesia, mahasiswa masih belajar KUHP dan UU secara tekstual. Mereka diuji lewat hafalan, bukan lewat simulasi kasus atau refleksi etis. Etika digital belum menjadi mata kuliah wajib. 

Padahal, dunia hukum kini berhadapan dengan dilema baru: siapa yang bertanggung jawab jika AI membuat keputusan hukum? Apakah algoritma bisa menjadi subjek hukum?

Pendidikan hukum harus berani melampaui pasal. Ia harus mengajarkan keberanian untuk bertanya, kepekaan terhadap ketimpangan, dan kemampuan untuk berdialog lintas disiplin. Karena pengacara masa depan bukan hanya ahli hukum, tapi juga penjaga kemanusiaan di tengah sistem yang semakin otomatis.

Pendidikan Karakter: Formalitas atau Fondasi?

Tarifi menyarankan agar anak muda lebih fokus pada kesadaran emosional dan relasi antarmanusia. Tapi di Indonesia, pendidikan karakter sering kali diajarkan sebagai pelengkap, bukan inti. 

Pendidikan karakter  menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, terpisah dari matematika, sejarah, atau biologi. Padahal, karakter seharusnya menjadi benang merah yang menjahit semua pelajaran menjadi satu kain kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun