Poster, Perlawanan, dan Pelajaran yang Tak Pernah Usang
Di tengah kekosongan kekuasaan pasca Jepang menyerah pada Sekutu, Indonesia berdiri di ambang sejarah: kemerdekaan telah diproklamasikan, namun belum sepenuhnya diakui. Dalam ruang yang genting itu, bukan hanya senjata yang bicara, seni pun angkat suara.Â
Salah satu seruan paling lantang datang bukan dari podium, melainkan dari dinding-dinding kota: sebuah poster dengan kalimat sederhana namun membakar jiwa, "Boeng, Ajo Boeng!"
Seni yang Menyala di Tengah Revolusi
Di balik terciptanya poster "Boeng, Ajo Boeng!" tersimpan kisah kolaborasi langka antara seni, revolusi, dan spontanitas rakyat.Â
Poster ini bukan lahir dari birokrasi atau lembaga formal, melainkan dari pertemuan batin para seniman yang merasa terpanggil oleh semangat zaman.Â
Poster ini menjadi bukti bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya soal strategi militer atau diplomasi, tetapi juga soal imajinasi, keberanian, dan bahasa visual.
Affandi, pelukis ekspresionis legendaris Indonesia, adalah sosok utama di balik visual poster tersebut. Ia menerima amanat langsung dari Presiden Soekarno, yang percaya bahwa revolusi tidak hanya digerakkan oleh senjata, tetapi juga oleh seni yang membakar jiwa rakyat.Â
Bung Karno pernah berkata, "Revolusi membutuhkan sentuhan seni," dan Affandi menjawab panggilan itu dengan kuas dan warna.
Untuk mewujudkan sosok dalam poster, Affandi menjadikan Dullah sebagai model. Dullah, yang kelak dikenal sebagai pelukis istana, saat itu menjadi simbol rakyat yang bangkit dari belenggu. Dalam lukisan itu, ia digambarkan tengah merobek rantai dan mengibarkan bendera Merah Putih, sebuah citra yang menggugah dan penuh makna.
Setelah lukisan selesai, para seniman berkumpul untuk mencari judul yang tepat. Hadir di sana S. Soedjojono, pelopor seni realis Indonesia, yang turut memberi arah ideologis pada karya tersebut.Â
Tiba-tiba datang Chairil Anwar, penyair muda yang dikenal liar dan jujur. Ia mengamati lukisan sejenak, lalu berkata santai, "Boeng, Ajo Boeng." Kalimat itu langsung disetujui. Poster pun diperbanyak dan ditempel di dinding-dinding kota, menjadi seruan revolusi yang membakar semangat massa.