Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Renungan di Hadapan Batu Nisan Bung Hatta dan Janji Kemerdekaan yang Belum Usai

13 Agustus 2025   18:55 Diperbarui: 15 Agustus 2025   10:57 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di hadapan nisan Bung Hatta, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Di Tanah Kusir, tak jauh dari rumah saya di Bintaro, berdiri tenang makam Bung Hatta.

Makam itu tidak berada di puncak bukit sejarah, melainkan di pinggir jalan yang dulu nyaris setiap hari saya lewati---menuju kantor di Thamrin, atau mengantar anak-anak ke sekolah yang berdiri di belakang kompleks pemakaman itu. 

Tapi baru di usia kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, saya benar-benar berhenti. Duduk. Diam. Mendengar.

Makam yang Seringkali Terlewati

Selama bertahun-tahun, makam Bung Hatta adalah lanskap harian yang nyaris tak disadari. Ia hadir seperti etika publik yang perlahan memudar dari kesadaran kolektif. 

Tapi pagi itu, saya bersimpuh di hadapannya. Tak ada seremoni. Hanya keheningan, bunga segar, dan batu nisan yang seolah bicara:

"Apa arti merdeka jika kita lupa malu di hadapan sejarah?"

Gapura & pendopo makam Bung Hatta, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
Gapura & pendopo makam Bung Hatta, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Bung Hatta: Kesederhanaan yang Menyentuh

Bung Hatta wafat tanpa meninggalkan harta. Ia menolak mobil dinas, menulis buku dengan mesin ketik tua, dan hidup bersahaja hingga akhir hayat. Bahkan listrik rumahnya sempat terancam diputus karena tunggakan. Tapi ia tak pernah meminta.

"Aku ingin tetap merdeka dalam berpikir dan bertindak," tulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun