Kisah Noel dan Pelajaran Etis bagi Generasi Muda
Jakarta tak pernah kekurangan cerita tentang perantau yang datang dengan harapan dan pulang dengan nama. Tapi tak semua kisah berakhir dengan tepuk tangan. Sebagian berujung pada keheningan yang menyentak: seperti kisah Immanuel Ebenezer, atau yang lebih dikenal sebagai Noel.
Ia bukan tokoh biasa. Ia adalah simbol. Simbol bahwa siapa pun bisa naik panggung kekuasaan. Tapi juga simbol bahwa tanpa etika, panggung itu bisa berubah menjadi ruang interogasi.
Babak Awal: Helm, Jalanan, dan Narasi Perlawanan
Lahir di Riau, 22 Juli 1975, Noel merantau ke Jakarta dengan modal nekat dan helm Gojek. Ia bukan sekadar driver ojek online---ia adalah konten kreator jalanan, yang merekam denyut kota dari balik visor.
Dari helm itu, lahir suara. Suara yang kemudian bergema di panggung politik. Tahun 2019, Noel menjadi Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan), relawan militan yang mendukung Jokowi-Ma'ruf.Â
Noel bukan hanya pendukung, tapi penggerak. Ia tahu cara membakar semangat massa, dan tahu kapan harus tampil.
Lonjakan Karier: Dari Relawan ke Wakil Menteri
Tahun 2021, Noel diangkat sebagai Komisaris Utama PT Mega Eltra, BUMN di bawah holding PT Pupuk Indonesia. Tapi jabatan itu tak bertahan lama. Setelah menjadi saksi meringankan dalam kasus Munarman, ia dicopot pada 2022.
Namun, Noel tak berhenti. Tahun 2024, ia sempat mendukung Ganjar Pranowo, lalu berbalik mendukung Prabowo-Gibran. Ia mendirikan Prabowo Mania 08 dan menjadi Wakil Komandan TKN.Â
Ketika Prabowo dilantik sebagai Presiden RI ke-8, Noel pun diangkat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan, mendampingi Yassierli.