Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak yang Hilang di Ranah Minang; Mencari Kembali Marwah yang Tertinggal

8 Juli 2025   22:26 Diperbarui: 8 Juli 2025   22:26 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 


Di sebuah surau tua yang berdiri sunyi di kaki bukit, seorang lelaki paruh baya duduk termenung. Sajadah telah digulung, namun matanya belum benar-benar lepas dari lantai kayu yang dulu kerap dipijak anak-anak muda. 

Dulu... saat surau masih hidup. Saat suara mengaji berpadu dengan gesekan langkah silat di halaman. Saat anak-anak Minang belajar bukan hanya huruf, tapi juga harga diri.

"Dulu, dari surau seperti inilah lahir orang-orang besar," gumamnya lirih.

Ranah Minang dan Kilau Masa Lalu

Ranah Minang pernah harum di seantero dunia. Negeri para pemikir, ulama, dan tokoh pergerakan. Dari sini lahir tokoh-tokoh besar yang mencetak sejarah:

  • Syekh Khatib al-Minangkabawi, guru para pendiri NU dan Muhammadiyah, yang mengajar langsung di Masjidil Haram.
  • Syekh Yasin al-Fadani, ahli sanad dunia yang namanya harum hingga ke Timur Tengah.
  • Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama RI.
  • Mr. Assaad, pemimpin bangsa di kala Bung Karno ditahan.
  • Buya Hamka, ulama besar yang bergelar Profesor dari Al-Azhar Mesir.
  • Tan Malaka, pencetus ide Republik Indonesia dalam bukunya "Naar de Republiek"
  • Bahkan nama Raja Sulaiman, pendiri Kota Manila, dan Ishak bin Yusof, Presiden pertama Singapura, memiliki darah Minangkabau.

Mereka semua menapaki jalan panjang. Tak instan. Tak bermanja.

Satu hal yang menyatukan mereka: mereka merantau, lalu kembali. Bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk membangun.

Empat Tahap Membentuk Anak Minang

Orang Minang dahulu tak hanya besar karena cerdas, tapi karena terbentuk oleh satu sistem nilai yang kokoh:

  1. Tempat Merangkak -- Rumah Kaum
    Anak belajar cinta, tanggung jawab, dan nilai persaudaraan.
  2. Tempat Duduk -- Surau
    Tempat membangun adab dan iman. Jiwa dibersihkan, hati diasah.
  3. Tempat Berdiri -- Halaman Silat
    Tempat menanam keberanian dan sikap bijak. Silat bukan sekadar bela diri, tapi latihan moral dan filosofi hidup.
  4. Tempat Berlari -- Rantau
    Di rantau, mereka mencari ilmu, membentuk karakter, dan meretas jalan hidup.

Namun yang paling penting adalah: setelah berlari jauh, mereka kembali.

Rantau: Dulu Ladang Pengabdian, Kini Tempat Melupakan?

Dulu, rantau adalah universitas kehidupan. Para perantau kembali ke nagari membawa buah tangan tak terlihat---ilmu, pengalaman, dan nilai luhur.

Mereka membangun sekolah, mendirikan surau, membentuk koperasi, menjadi guru, penghulu, bahkan penggerak ekonomi nagari.
Pulang bukan sekadar singgah,
tapi pengabdian.

Kini, banyak perantau pulang hanya untuk upacara adat.
Mereka datang dengan mobil mewah, membawa rombongan besar, menggelar pesta adat yang menelan biaya besar. Gelar Datuak disematkan dengan khidmat. Tapi sehari setelahnya, mereka kembali ke kota.
Surau tetap sunyi.
Nagari tetap sepi.
Tak ada sekolah baru, tak ada rumah baca, tak ada program anak nagari.
Seolah gelar dan upacara lebih penting dari jejak pengabdian.

Mereka datang bagai elang yang kembali ke sarang, namun hanya untuk melenggang sejenak---lalu terbang tinggi, meninggalkan sarangnya yang lapuk dan tak lagi dihuni.

Menjadi Minang Modern Tanpa Kehilangan Akar

Zaman memang berubah. Tapi nilai tak boleh ditinggal.
Kita tidak harus memutar waktu,
tapi kita wajib mewarisi marwah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun