Kompasiana sebagai platform jurnalisme warga sebenarnya menyimpan kekayaan konten dan energi kreatif yang luar biasa.Â
Ribuan tulisan, opini, ulasan, hingga catatan perjalanan bermunculan setiap hari---tanpa digerakkan oleh redaksi, melainkan oleh semangat kolektif komunitas penulis digital.
Namun, selama ini Kompasiana seolah hanya menjadi "etalase konten" tanpa strategi monetisasi dan pengembangan ekosistem yang matang.Â
Padahal, bila dikelola sebagai "retail experience" digital---dengan fitur interaktif, kelas menulis daring, monetisasi konten, dan komunitas aktif---Kompasiana bisa menjadi aset bisnis media yang menjanjikan bagi Kompas Gramedia.
Jika Gramedia bisa menjadikan toko buku sebagai tempat ngopi dan diskusi, mengapa Kompasiana tak dijadikan ruang digital yang juga hidup?Â
Tempat di mana penulis bisa mendapatkan apresiasi, interaksi, bahkan penghasilan.
Dari Retail Buku ke Retail Konten
Transformasi Gramedia Melawai bisa menjadi titik tolak model bisnis baru Kompas Gramedia: dari menjual produk fisik menjadi menjual ekosistem pengalaman---baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Jika dilakukan dengan pendekatan strategis dan keberanian berinovasi seperti yang terjadi di Gramedia Melawai, bukan mustahil Kompasiana akan menjadi rumah besar para penulis Indonesia, tempat berkarya sekaligus berdaya.
Penutup: Menulis, Membaca, dan Bertumbuh Bersama
Transformasi Gramedia Melawai bukan hanya tentang toko buku. Ini tentang cara baru memandang literasi di era digital---bahwa membaca dan menulis tidak perlu bersaing dengan media sosial, justru bisa menyatu dengannya.
Kini, bola ada di tangan manajemen Kompas Gramedia. Akankah Kompasiana dipoles seperti Melawai---diperindah, diperkuat, dan dijadikan pengalaman digital yang penuh semangat kolaborasi?
Jika ya, maka bukan hanya toko buku yang hidup kembali---tetapi seluruh ekosistem literasi Indonesia.