Dari Bung Karno ke Generasi Z
"Aku tidak khawatir, karena aku telah meninggali bangsaku dengan sebuah way of life, yaitu Pancasila."
--- Bung Karno, kepada Tito
Di suatu momen bersejarah yang tak tercatat dalam dokumen resmi, Presiden Soekarno bertanya pada Josef Broz Tito, pemimpin Yugoslavia yang legendaris, "Tuan Tito, jika Anda meninggal nanti, bagaimana nasib bangsa Anda?"
Dengan penuh kebanggaan, Tito menjawab, "Aku punya tentara-tentara tangguh untuk melindungi bangsa kami."
Tito lalu berbalik bertanya, "Lalu bagaimana dengan negara Anda, sahabatku?"
Dengan tenang, Bung Karno tersenyum dan berkata, "Aku tidak khawatir. Aku telah meninggalkan bangsaku dengan sebuah way of life, yaitu Pancasila."
Tahun demi tahun berlalu. Sejarah membuktikan: Yugoslavia pecah menjadi tujuh negara kecil. Sementara Indonesia---dengan lebih dari 17.000 pulau, ratusan suku, dan agama yang beragam---tetap tegak berdiri.
Mengapa Yugoslavia Pecah dan Indonesia Bertahan?
Jika dilihat dari permukaan, Yugoslavia tampak lebih mudah dipersatukan. Wilayahnya menyatu secara geografis. Jumlah etnis dan agama pun relatif lebih sedikit dibanding Indonesia.Â
Tapi nyatanya, setelah Tito wafat pada 1980, federasi itu runtuh dalam konflik berdarah. Tak ada ideologi pemersatu yang cukup kuat untuk menahan ledakan nasionalisme etnis di Serbia, Kroasia, Bosnia, dan lainnya.
Di sisi lain, Indonesia punya Pancasila, bukan sekadar slogan kosong, tetapi filosofi hidup yang mengikat:
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan.
Nilai-nilai ini menjadi jangkar moral bangsa, dari Aceh sampai Papua, dari masa ke masa.
Isu Indonesia Bubar 2030: Realitas atau Alarm?
Sejak 2017, muncul kekhawatiran tentang kemungkinan Indonesia bubar pada tahun 2030. Isu ini mencuat setelah tokoh-tokoh nasional mengutip novel fiksi geopolitik Ghost Fleet, yang menyebut Indonesia runtuh dalam skenario imajinatif.
Walaupun novel ini fiktif, pesan di baliknya nyata: bangsa ini bisa melemah dari dalam jika tidak mawas diri.
Beberapa tantangan aktual yang patut diwaspadai:
- Ketimpangan sosial dan ekonomi antar wilayah
- Polarisasi politik dan ideologi
- Radikalisme identitas dan intoleransi
- Korupsi struktural
- Lemahnya pendidikan kebangsaan generasi muda
- Ancaman kedaulatan digital dan siber
Apakah itu berarti Indonesia benar-benar akan bubar? Tidak. Tapi itu adalah peringatan.
Indonesia Emas 2045: Mimpi yang Bisa Jadi Nyata
Di sisi lain dari spektrum, pemerintah dan masyarakat merumuskan visi besar: Indonesia Emas 2045---sebuah cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan makmur saat genap berusia 100 tahun merdeka.
Visi ini dibangun di atas empat fondasi utama:
- Pembangunan manusia unggul dan penguasaan teknologi
- Ekonomi inklusif dan berkelanjutan
- Pemerataan pembangunan antarwilayah
- Tata kelola pemerintahan yang bersih dan adaptif
Indonesia punya modal besar:
- Bonus demografi (usia produktif dominan hingga 2040)
- Sumber daya alam strategis
- Pasar digital terbesar di Asia Tenggara
- Letak geostrategis dalam rantai perdagangan dunia
Namun, semua ini hanya akan jadi potensi tanpa tindakan konkret.
Apa yang Harus Dilakukan agar Indonesia Tidak Hilang?
Agar kita tak menjadi bangsa yang sekadar dikenang, kita perlu bertindak:
Bukan sekadar dihafal di sekolah atau dikutip saat pidato. Tapi benar-benar diterapkan dalam kebijakan, ruang publik, dan hati nurani tiap warga negara.
Pendidikan Karakter dan Literasi Kebangsaan
Kita perlu menanamkan pada generasi muda bahwa cinta Tanah Air bukan hanya lewat simbol, tapi juga dengan kontribusi nyata.
Perkuat Inklusi Sosial dan Ekonomi
Bangun Papua dan Maluku sekuat Jawa. Angkat ekonomi rakyat kecil. Hapus diskriminasi.
Berantas Korupsi dan Reformasi Hukum
Tanpa keadilan, tidak ada kepercayaan. Tanpa kepercayaan, tidak ada persatuan.
Penutup: Pancasila Adalah Jawaban, Generasi Z adalah Penjaga
Bangsa kita tetap berdiri, bukan karena tidak ada ancaman. Tapi karena kita punya fondasi yang hidup---Pancasila.
Yugoslavia punya tentara. Kita punya nilai.
Yugoslavia punya federasi. Kita punya semangat gotong royong.
Yugoslavia runtuh karena kehilangan kepercayaan. Indonesia bertahan karena tetap percaya bahwa berbeda itu kodrat, bersatu itu pilihan.
Kini, estafet sejarah itu berada di tangan generasi muda---Generasi Z dan Alpha. Mereka tidak lagi hidup di masa perang atau revolusi, tapi mereka menghadapi perang narasi, perang informasi, dan ujian kebangsaan baru di era digital.
Dan mereka harus tahu: Pancasila bukan peninggalan sejarah---tetapi cahaya yang menerangi jalan ke depan.
Indonesia tidak akan bubar 2030. Indonesia justru bersinar di 2045. Asal kita tidak lelah mencintainya.
Penulis: Merza Gamal (Anak Bangsa)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI