Dari Bung Karno ke Generasi Z
"Aku tidak khawatir, karena aku telah meninggali bangsaku dengan sebuah way of life, yaitu Pancasila."
--- Bung Karno, kepada Tito
Di suatu momen bersejarah yang tak tercatat dalam dokumen resmi, Presiden Soekarno bertanya pada Josef Broz Tito, pemimpin Yugoslavia yang legendaris, "Tuan Tito, jika Anda meninggal nanti, bagaimana nasib bangsa Anda?"
Dengan penuh kebanggaan, Tito menjawab, "Aku punya tentara-tentara tangguh untuk melindungi bangsa kami."
Tito lalu berbalik bertanya, "Lalu bagaimana dengan negara Anda, sahabatku?"
Dengan tenang, Bung Karno tersenyum dan berkata, "Aku tidak khawatir. Aku telah meninggalkan bangsaku dengan sebuah way of life, yaitu Pancasila."
Tahun demi tahun berlalu. Sejarah membuktikan: Yugoslavia pecah menjadi tujuh negara kecil. Sementara Indonesia---dengan lebih dari 17.000 pulau, ratusan suku, dan agama yang beragam---tetap tegak berdiri.
Mengapa Yugoslavia Pecah dan Indonesia Bertahan?
Jika dilihat dari permukaan, Yugoslavia tampak lebih mudah dipersatukan. Wilayahnya menyatu secara geografis. Jumlah etnis dan agama pun relatif lebih sedikit dibanding Indonesia.Â
Tapi nyatanya, setelah Tito wafat pada 1980, federasi itu runtuh dalam konflik berdarah. Tak ada ideologi pemersatu yang cukup kuat untuk menahan ledakan nasionalisme etnis di Serbia, Kroasia, Bosnia, dan lainnya.
Di sisi lain, Indonesia punya Pancasila, bukan sekadar slogan kosong, tetapi filosofi hidup yang mengikat:
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan.
Nilai-nilai ini menjadi jangkar moral bangsa, dari Aceh sampai Papua, dari masa ke masa.