Di tengah terpaan gelombang disrupsi industri ritel yang menyapu banyak merek besar, satu nama lokal tetap kokoh berdiri: Ramayana.Â
Ketika satu per satu department store menurunkan tirai---Matahari menutup banyak gerainya, Centro pamit dari pusat perbelanjaan ternama, bahkan nama-nama global seperti Forever 21 dan GAP hengkang dari Indonesia---Ramayana justru menebar dividen.Â
Sungguh kontras, bukan?
Lesunya Industri Ritel Fisik
Sejak 2018, dunia ritel Indonesia mulai diguncang transformasi digital. Konsumen beralih dari mall ke marketplace, dari etalase ke aplikasi. Pandemi Covid-19 mempercepat proses itu.Â
Banyak brand ritel besar seperti Debenhams, Lotus, hingga Seibu harus menutup gerai. Bahkan Matahari, sang raksasa department store, menutup puluhan outlet dalam tiga tahun terakhir karena lesunya penjualan dan tingginya biaya operasional.
Gelombang fast fashion global pun turut menghantam. Uniqlo, H&M, hingga Cotton On masuk dengan konsep butik modern, desain simpel, dan harga terjangkau. Mereka menyasar konsumen urban muda yang tech-savvy dan mengutamakan gaya.Â
Dalam kompetisi ini, banyak department store lokal tak lagi relevan.
Ramayana dan Strategi Bertahan
Namun di tengah badai itu, Ramayana tetap tegak. Bukan tanpa alasan. Mereka tahu siapa pasar mereka---segmen menengah ke bawah yang membutuhkan pakaian sehari-hari dengan harga terjangkau. Di kota-kota lapis kedua dan ketiga, Ramayana menjadi tempat belanja favorit keluarga.
Model bisnis mereka efisien. Ramayana tak hanya menjual produk merek luar, tapi mengandalkan private label dan kerja sama dengan UKM lokal. Mereka menekan biaya logistik, mempercepat pengadaan, dan menjaga harga tetap bersahabat.
Tak hanya itu, Ramayana disiplin dalam membagikan laba. Untuk tahun buku 2024, mereka mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp60 per saham atau total Rp355,87 miliar.Â
Dividen ini akan dibayarkan secara tunai pada 13 Juni 2025, dengan cum dividen di pasar reguler pada 21 Mei 2025.