Sistem pembayaran domestik Indonesia kembali menjadi sorotan dalam dinamika hubungan dagang bilateral dengan Amerika Serikat. Dalam laporan tahunan United States Trade Representative (USTR)Â 2024, dua inisiatif strategis Indonesia---Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)---masuk dalam daftar perhatian utama.Â
Sorotan ini muncul di tengah meningkatnya tensi dagang setelah diberlakukannya kebijakan Tarif Trump 2025, sebuah kebijakan tarif impor tambahan yang berdampak langsung terhadap produk ekspor Indonesia.
Kebijakan sistem pembayaran Indonesia kini bukan lagi sekadar urusan domestik. Ia telah masuk ke dalam ranah geopolitik ekonomi global.Â
Bagaimana Indonesia menyikapi tekanan ini akan menentukan arah masa depan kedaulatan digital dan keberlanjutan ekspor nasional.
QRIS dan GPN: Pilar Kedaulatan Sistem Pembayaran Nasional
QRIS diluncurkan pada 2019 sebagai standar nasional kode QR untuk pembayaran digital. Dengan pendekatan interoperabilitas, QRIS menyatukan seluruh layanan pembayaran digital---baik dompet digital lokal, bank digital, hingga platform global---ke dalam satu sistem yang efisien dan inklusif.Â
Hingga kini, QRIS telah diadopsi oleh jutaan UMKM di seluruh Indonesia dan mulai diperluas untuk transaksi lintas negara di kawasan ASEAN.
Sementara itu, GPN merupakan infrastruktur nasional untuk pemrosesan transaksi kartu debit dan pembayaran elektronik domestik. Melalui GPN, Indonesia mewajibkan semua transaksi lokal diproses melalui switching dalam negeri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya merchant, dan yang paling penting---mengurangi ketergantungan terhadap jaringan switching asing seperti Visa dan Mastercard.
Namun keberhasilan dua inisiatif ini tidak serta-merta dipandang positif oleh seluruh pihak. Amerika Serikat, melalui laporan USTR, menyebut bahwa GPN dan QRIS membatasi akses perusahaan asing terhadap sistem pembayaran Indonesia. Mereka juga mempertanyakan transparansi kebijakan dan kesetaraan perlakuan terhadap pelaku usaha luar negeri.
Kembali ke Meja Lobi: Kepentingan Visa dan Mastercard
Kritik AS terhadap QRIS dan GPN sejatinya bukan hal baru. Pada 2019, Visa dan Mastercard juga mengeluhkan regulasi Bank Indonesia yang mewajibkan keterlibatan perusahaan switching lokal untuk memproses transaksi domestik. Kedua raksasa pembayaran global itu bahkan sempat menunda pendaftaran sebagai principal licensee di Indonesia.
Kini, ketika QRIS semakin luas digunakan dan rencana ASEAN QR interconnectivity terus bergulir, kekhawatiran mereka kembali menguat. Dikhawatirkan, standar nasional seperti QRIS akan menjadi semacam "benteng digital" yang membatasi dominasi mereka di pasar Asia Tenggara.