Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

QRIS, GPN, dan Tarif Trump 2025: Tantangan Sistem Pembayaran Indonesia dalam Negosiasi Dagang

21 April 2025   22:03 Diperbarui: 22 April 2025   10:48 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).(Shutterstock/Poetra RH via Kompas.com)

Sistem pembayaran domestik Indonesia kembali menjadi sorotan dalam dinamika hubungan dagang bilateral dengan Amerika Serikat. Dalam laporan tahunan United States Trade Representative (USTR) 2024, dua inisiatif strategis Indonesia---Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)---masuk dalam daftar perhatian utama. 

Sorotan ini muncul di tengah meningkatnya tensi dagang setelah diberlakukannya kebijakan Tarif Trump 2025, sebuah kebijakan tarif impor tambahan yang berdampak langsung terhadap produk ekspor Indonesia.

Kebijakan sistem pembayaran Indonesia kini bukan lagi sekadar urusan domestik. Ia telah masuk ke dalam ranah geopolitik ekonomi global. 

QRIS & GPN menjadi objek Negosiasi Dagang dengan AS,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
QRIS & GPN menjadi objek Negosiasi Dagang dengan AS,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Bagaimana Indonesia menyikapi tekanan ini akan menentukan arah masa depan kedaulatan digital dan keberlanjutan ekspor nasional.

QRIS dan GPN: Pilar Kedaulatan Sistem Pembayaran Nasional

QRIS diluncurkan pada 2019 sebagai standar nasional kode QR untuk pembayaran digital. Dengan pendekatan interoperabilitas, QRIS menyatukan seluruh layanan pembayaran digital---baik dompet digital lokal, bank digital, hingga platform global---ke dalam satu sistem yang efisien dan inklusif. 

Hingga kini, QRIS telah diadopsi oleh jutaan UMKM di seluruh Indonesia dan mulai diperluas untuk transaksi lintas negara di kawasan ASEAN.

Sementara itu, GPN merupakan infrastruktur nasional untuk pemrosesan transaksi kartu debit dan pembayaran elektronik domestik. Melalui GPN, Indonesia mewajibkan semua transaksi lokal diproses melalui switching dalam negeri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya merchant, dan yang paling penting---mengurangi ketergantungan terhadap jaringan switching asing seperti Visa dan Mastercard.

Namun keberhasilan dua inisiatif ini tidak serta-merta dipandang positif oleh seluruh pihak. Amerika Serikat, melalui laporan USTR, menyebut bahwa GPN dan QRIS membatasi akses perusahaan asing terhadap sistem pembayaran Indonesia. Mereka juga mempertanyakan transparansi kebijakan dan kesetaraan perlakuan terhadap pelaku usaha luar negeri.

Kembali ke Meja Lobi: Kepentingan Visa dan Mastercard

Kritik AS terhadap QRIS dan GPN sejatinya bukan hal baru. Pada 2019, Visa dan Mastercard juga mengeluhkan regulasi Bank Indonesia yang mewajibkan keterlibatan perusahaan switching lokal untuk memproses transaksi domestik. Kedua raksasa pembayaran global itu bahkan sempat menunda pendaftaran sebagai principal licensee di Indonesia.

Kini, ketika QRIS semakin luas digunakan dan rencana ASEAN QR interconnectivity terus bergulir, kekhawatiran mereka kembali menguat. Dikhawatirkan, standar nasional seperti QRIS akan menjadi semacam "benteng digital" yang membatasi dominasi mereka di pasar Asia Tenggara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun