Dalam beberapa waktu terakhir, dunia investasi Indonesia mendapat kabar yang kurang menggembirakan. Setelah Morgan Stanley Capital International (MSCI) menurunkan peringkat saham Indonesia pada 19 Februari 2025, kini giliran Goldman Sachs yang mengikuti langkah serupa pada 10 Maret 2025. (Sumber: CNBC 10 Maret 2025)
Dua lembaga keuangan global ternama ini memberikan sinyal bahwa ada kekhawatiran terhadap stabilitas dan prospek perekonomian Indonesia.Â
Namun, di balik keputusan ini, apakah benar Indonesia sedang menghadapi tantangan besar? Ataukah justru ini menjadi peluang untuk membuktikan ketahanan dan daya tarik ekonominya?
MSCI lebih dulu menurunkan peringkat saham Indonesia dari kategori yang semula dianggap 'menjanjikan' menjadi 'kurang diminati'. Keputusan ini berimbas pada menurunnya kepercayaan investor global dan memicu potensi pelarian modal dari pasar modal Indonesia.Â
Belum usai kabar tersebut mereda, Goldman Sachs juga mengumumkan penurunan peringkat saham Indonesia dari 'overweight' menjadi 'market weight'. Tidak hanya itu, rekomendasi atas surat utang yang diterbitkan BUMN dengan tenor 10 hingga 20 tahun pun diturunkan menjadi netral.
Langkah Goldman Sachs ini tidak datang tanpa alasan. Perusahaan investasi yang berbasis di New York ini memproyeksikan adanya peningkatan risiko fiskal akibat sejumlah kebijakan dan inisiatif yang dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto.Â
Kekhawatiran muncul terkait defisit anggaran yang diproyeksikan naik dari 2,5% menjadi 2,9% dari PDB dan pengelolaan utang yang dianggap dapat membebani stabilitas makroekonomi Indonesia dalam jangka panjang.Â
Padahal, surat utang BUMN sebelumnya merupakan salah satu instrumen keuangan yang sangat diminati manajer investasi global karena imbal hasilnya yang menarik.
Meski situasi ini terlihat menantang, bukan berarti Indonesia tidak memiliki peluang untuk bangkit dan membuktikan stabilitas ekonominya. Penurunan peringkat ini justru bisa menjadi alarm untuk memperkuat fundamental ekonomi dan mendorong reformasi yang lebih baik.Â
Dengan memperbaiki iklim investasi, memastikan pengelolaan fiskal yang sehat, dan menjaga transparansi kebijakan, Indonesia bisa kembali menarik minat investor global.Â
Misalnya, pemerintah dapat mempercepat implementasi kebijakan insentif pajak bagi investor asing, memperkuat kemudahan perizinan usaha melalui OSS (Online Single Submission), serta meningkatkan infrastruktur digital dan fisik untuk mendukung aktivitas ekonomi yang lebih efisien.
Selain itu, diversifikasi sumber pendanaan menjadi langkah strategis yang patut dipertimbangkan. Indonesia bisa mengembangkan instrumen pembiayaan inovatif dan memperkuat pasar domestik agar tidak terlalu bergantung pada investasi asing. Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta juga perlu diperkuat untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar.
Keputusan MSCI dan Goldman Sachs memang menjadi tantangan, tetapi dengan respons yang tepat, ini bisa menjadi momentum untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah pasar yang tangguh dan prospektif.Â
Dengan memperkuat kebijakan yang berorientasi pada stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan, Indonesia berpeluang besar untuk kembali menjadi tujuan utama investasi global.