PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), raksasa industri barang konsumsi cepat saji (fast moving consumer goods/FMCG), tengah menghadapi tantangan besar yang mengguncang kinerja keuangan dan harga sahamnya.
Berbagai faktor eksternal dan internal berkontribusi terhadap penurunan tajam dalam penjualan, laba bersih, serta valuasi saham yang kini menyentuh titik terendah dalam 15 tahun terakhir. Apakah ini pertanda era kejayaan UNVR mulai meredup?
Ataukah perusahaan Unilever Indonesia masih memiliki peluang untuk bangkit dan merebut kembali posisinya?
Penurunan Kinerja yang Signifikan
Laporan keuangan kuartal III-2024 menunjukkan bahwa UNVR mengalami penurunan signifikan di hampir semua lini bisnis.
Perusahaan hanya mampu membukukan penjualan bersih Rp 27,41 triliun, turun 10,12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 30,5 triliun. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya penjualan domestik sebesar 9,89% menjadi Rp 26,63 triliun, serta anjloknya ekspor hingga 17,45% menjadi Rp 785,7 miliar.
Segmen produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh masih menjadi kontributor utama dengan penjualan Rp 17,59 triliun, sedangkan segmen makanan dan minuman mencatatkan Rp 9,82 triliun.
Namun, tekanan biaya produksi membuat laba kotor tertekan hingga 13,05% menjadi Rp 13,28 triliun. Laba bersih pun anjlok 28,15% secara tahunan menjadi hanya Rp 3 triliun. EBITDA turut merosot 25,7% menjadi Rp 4,58 triliun.
Di sisi neraca, total aset tercatat Rp 16,54 triliun per akhir September 2024, turun 0,72% secara year-to-date (YtD), sementara liabilitas berkurang 1,32% menjadi Rp 13,10 triliun. Lebih mencemaskan lagi, kas dan setara kas merosot tajam hingga 68,6% menjadi Rp 539,63 miliar.
Tekanan dari Pasar dan Faktor Eksternal
UNVR menghadapi tekanan berat dari beberapa faktor eksternal, termasuk kompetisi ketat dengan merek-merek lokal yang semakin inovatif dan agresif dalam pemasaran. Selain itu, perubahan preferensi konsumen terhadap produk yang lebih alami dan sehat juga turut menggerus pangsa pasar perusahaan.
Pada sisi lain, dampak boikot terhadap produk yang berafiliasi dengan konflik Israel-Palestina semakin memperburuk kondisi penjualan, terutama di segmen produk tertentu.
Upaya Transformasi: Divestasi Bisnis Es Krim
Untuk mengatasi tantangan ini, UNVR mengambil langkah strategis dengan menjual bisnis es krimnya kepada PT The Magnum Ice Cream Indonesia senilai Rp 7 triliun. Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki struktur keuangan dan memungkinkan perusahaan lebih fokus pada bisnis inti.
Penjualan bisnis es krim ini juga diperkirakan dapat meningkatkan laba bersih sebesar Rp 3,51 triliun serta mendongkrak kas dan setara kas dari Rp 7,73 triliun menjadi Rp 8,27 triliun, naik sekitar 15,3 kali lipat.