Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Oops! Artikel Anda Dihapus Karena Melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana

15 Mei 2022   15:08 Diperbarui: 16 Mei 2022   17:36 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pertama kali bergabung menjadi Kompasianer pada tanggal 21 April 2011, dan ikut menulis di Kompasiana hingga September 2014. Kemudian karena semangat menulis saya lagi menurun, saya cukup lama alpa menulis untuk Kompasiana.

Ketika saya ingin menulis dan memposting untuk Kompasiana, saya lupa password, sehingga tidak bisa posting di Kompasiana. Kemudian saya membuat profil baru dan bergabung lagi tanggal 29 Oktober 2020. Dan sejak itu saya aktif kembali menulis dan posting untuk Kompasiana.

Tema yang sering saya tulis terkait dengan change management & transformation meliputi corporate culture, core values, organization performance, employee behavior, dan hal terkait lainnya. Selain itu saya juga menulis tentang destinasi wisata, masakan, dan juga terkait dengan pelajaran-pelajaran kehidupan. Dan, khusus sejak Ramadhan tahun ini, saya ikutan pula menulis berbagai hal terkait hikmah kehidupan dari sudut pandang Islam dengan adanya segmen Tebar Hikmah Ramadan (THR) di Kompasiana.

Jika untuk menulis yang terkait dengan Change Management & Transformation, saya menggunakan referensi dari buku-buku yang saya tulis, yaitu "Corporate Culture; Master Key of Competitive Advantage " dan "Merancang Change Management & Culturel Transformation" serta jurnal-jurnal langganan saya dari Harvard Business School, McKinsey & Company, dan Gallup. Jurnal-jurnal tersebut telah saya langgani sejak saya masih jadi pekerja Bank. Setelah saya tidak bekerja lagi sebagai pegawai, saya tetap langganan secara pribadi.

Sementara itu, untuk tulisan berkaitan hikmah kehidupan dari sudut pandng Islam, saya biasanya membuat tulisan dari sharing-sharing sahabat-sahabat saya di WAG dan dipadu dengan pengalaman kehidupan saya sendiri. Agar tulisan itu lebih dapat dipertanggungjawabkan, saya menyertakan dalil-dalilnya.

Oleh karena saya tidak pernah bersekolah di Sekolah Islam ataupun di Pesantren (saya SD dan Kuiah di Perguruan Katolik), maka tentu saja referensi saya banyaknya dari media-media dakwah online. Nah, inilah yang menjadi pangkal nahasnya saya mendapatkan "surat cinta otomatis" dari mesin pintar Kompasiana.

Tadi malam, saya memosting tulisan dengan judul "Memaknai Kembali Keutamaan dan Tradisi Silahturahim di Bulan Syawal" di THR Kompasiana. Sekitar setengah jam setelah posting, saya mendapatkan surat cinta sebagai berikut:

Image: Surat Cinta dari Mesin Pintar Otomatis Kompasiana
Image: Surat Cinta dari Mesin Pintar Otomatis Kompasiana

Dan tulisan saya tersebut pun di take down dari Kompasiana, tapi link tulisan tersebut masih bersemayam di Kolom Tradisi THR Kompasiana hingga sore ini, seperti ini:

Image: Meskipun di take down, link tetap masih ada yang bisa dilihat oleh pengunjung Kompasiana
Image: Meskipun di take down, link tetap masih ada yang bisa dilihat oleh pengunjung Kompasiana

Dengan demikian, setiap Kompasianer dan pengunjung Kompasiana yang membuka link tersebut akan mendapatkan halaman seperti ini:

Image: Dan semua orang pun tahu  pelanggaran di Kompasiana
Image: Dan semua orang pun tahu  pelanggaran di Kompasiana

Ini menjadi pengalaman berharga saya untuk selanjutnya. Saya menulis artikel itu adalah dengan tujuan mengingatkan bahwa sering terjadi penyimpangan makna silahturahim saat ini. Setiap akan ada pertemuan, seringkali pengundang atau pelaksana acara menggunakan dalil-dalil tentang kemuliaan silahturahim yang dipenggal untuk menjustifikasi agar kita hadir di pertemuan tersebut. Sehingga pertemuan-pertemuan yang sifatnya pesta hura-hura atau pun hang out yang menyediakan makanan dan minuman keras yang dilarang agama pun disajikan dan disebut sebagai ajang silahturahim seperti ajaran agama.

Seperti biasa, untuk tulisan yang mengandung hikmah dan merupakan ajaran dalam agama Islam, maka saya akan menyertakan dalil-dalil yang sebenarnya. Seperti yang sampaikan di atas untuk mempermudah saya cari di media online keagamaan dan saya copy paste dalil-dalilnya.

Untuk tulisan yang di take down tadi malam oleh Kompasiana, saya menggunakan 3 website media dakwah. Kemudian saya copy paste dalil-dalil dari ketiga media dakwah tersebut yang disesuaikan dengan tema tulisan saya tentang memaknai kembali keutamaan dan tradisi silahturahim di bulan Syawal. Dan pada tulisan tersebut juga saya bahas untuk kita kembali menggunakan kata-kata silahturahim untuk momen pertemuan yang sesuai dan yang menghubungkan kembali persaudaraan seperti yang ada pada dalil-dalil yang sebenarnya.

Namun, mungkin, karena dalil-dali tersebut cukup panjang dan mungkin yang saya copy paste dari salah satu dari ketiga media dakwah tersebut ada yang melebih 25% dari keseluruhan tulisan saya, maka mesin pintar Kompasiana otomatis men-take down postingan saya tanpa ampun dan mengancam saya akan mendapatkan sanksi pembekuan akun tanpa pemberitahuan sebelumya.

Semoga ancaman Kompasiana itu tidak terlaksana, dan saya bisa tetap ikutan sharing berbagai pengetahuan dan pengalaman saya untuk menjadi manfaat bagi umat dan negeri tercinta, Indonesia.

Terus Semangat!!!

Tetap Semangat...

Note:

Belum hilang luka di hati di take down mesin otomastis Kompasiana, hari ini Senin, 16 Mei 2022, kembali postingan saya di take down.

Image: Artikel yang dipositing hari ini dan sempat dibaca dan diberikan rating serta komentar oleh para Kompasianer
Image: Artikel yang dipositing hari ini dan sempat dibaca dan diberikan rating serta komentar oleh para Kompasianer

Tulisan itu berupa artikel "Jelajah Nusantara: Muara Takus, Candi Buddha di Riau". Saya memang mengutip beberapa data dari Wikipedia dan perpusnas.go.id, serta mencantumkan sumber kutipan tersebut. Tapi nasib malang lagi-lagi menimpa saya. Saya jadi bingung jika harus mengutip dengan maksud agar postingan saya ada landasan datanya. Berbahagialah orang-orang bisa menulis cerpen dan puisi tanpa perlu data di Kompasiana.

Image: Kena lagi dech...
Image: Kena lagi dech...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun