Hanya dalam waktu beberapa bulan, krisis Covid-19 telah membawa perubahan selama bertahun-tahun dalam cara perusahaan di semua sektor dan wilayah menjalankan bisnis.Â
Menurut McKinsey Global Survey of executive yang baru, banyak perusahaan telah mempercepat digitalisasi interaksi pelanggan dan rantai pasokan serta operasi internal mereka selama tiga hingga empat tahun. Dan pangsa produk yang diaktifkan secara digital atau digital dalam portofolionya telah meningkat pesat selama tujuh tahun yang mengejutkan.Â
Hampir semua responden mengatakan bahwa perusahaan mereka telah memberikan solusi sementara setidaknya untuk memenuhi banyak permintaan baru pada mereka, dan jauh lebih cepat daripada yang mereka pikirkan sebelum krisis.Â
Terlebih lagi, responden berharap sebagian besar dari perubahan ini akan bertahan lama dan sudah melakukan jenis investasi yang semuanya akan dipastikan akan bertahan. Fakta di lapangan bahwa dampak krisis pada berbagai tindakan, menyebabkan pendanaan untuk inisiatif digital telah meningkat lebih dari apa pun, lebih dari peningkatan biaya, jumlah orang dalam peran teknologi, dan jumlah pelanggan.
Untuk tetap kompetitif dalam bisnis baru dan lingkungan ekonomi membutuhkan strategi dan praktik baru. Temuan lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengakui kepentingan strategis teknologi sebagai komponen penting bisnis, bukan hanya sumber efisiensi biaya.
Responden dari perusahaan yang telah melaksanakan tanggapan yang berhasil terhadap krisis melaporkan berbagai kemampuan teknologi yang tidak dimiliki orang lain, terutama, mengisi celah untuk bakat teknologi selama krisis, penggunaan teknologi yang lebih maju, dan kecepatan dalam bereksperimen dan berinovasi.
Selama pandemi, konsumen telah bergerak secara dramatis menuju saluran online, dan perusahaan serta industri menanggapi secara bergantian.Â
Hasil survei mengkonfirmasi pergeseran cepat dalam berinteraksi dengan pelanggan melalui saluran digital. Mereka juga menunjukkan bahwa tingkat adopsi jauh lebih cepat daripada saat survei sebelumnya dilakukan dan bahkan lebih tinggi di Asia maju daripada di kawasan lain.Â
Responden tiga kali lebih mungkin sekarang daripada sebelum krisis untuk mengatakan bahwa setidaknya 80 persen dari interaksi pelanggan mereka bersifat digital.
Mungkin yang lebih mengejutkan adalah percepatan dalam menciptakan penawaran yang disempurnakan secara digital. Di seluruh wilayah, hasil menunjukkan peningkatan rata-rata selama tujuh tahun pada tingkat di mana perusahaan mengembangkan produk dan layanan ini. Sekali lagi, lompatannya bahkan lebih besar, yakni sepuluh tahun dari era sebelumnya.Â
Responden juga melaporkan campuran serupa dari jenis produk digital dalam portofolio mereka sebelum dan selama pandemi. Penemuan ini menunjukkan bahwa selama krisis, perusahaan mungkin memfokuskan kembali penawaran mereka daripada membuat lompatan besar dalam pengembangan produk dalam rentang beberapa bulan.
Responden pada consumer packaged goods (CPG) dan otomotif serta perakitan, misalnya, melaporkan tingkat perubahan yang relatif rendah pada portofolio produk digital mereka.
Sebaliknya, peningkatan yang dilaporkan jauh lebih signifikan dalam perawatan kesehatan dan farmasi, layanan keuangan, dan layanan profesional, di mana para eksekutif melaporkan lonjakan hampir dua kali lipat dari yang dilaporkan di perusahaan CPG.
Demikian pula, perusahaan-perusahaan di Indonesia juga menghadapi tantangan akibat pandemi Covid-19 yang terus merajalela. Beradaptasi dalam gaya hidup digital menjadi salah satu upaya untuk menghadapi Kenormalan Baru (New Normal) yang dilakukan oleh masyarakat agar tetap dapat melanjutkan kesehariannya. Termasuk di antaranya bagaimana sebuah perusahaan mengelola cara kerja dan koordinasi secara digital.Â
Berdasarkan hasil penelitian Deloitte dalam laporan The Digital Workplace, organisasi dengan jaringan sosial online yang kuat 7% lebih produktif daripada yang tidak, dengan 64,8% dari total populasi 264 juta penduduk Indonesia sudah terkoneksi internet (data APJJI). Tren ini sejalan dengan peluang untuk melihat bahwa Covid-19 bukan hanya pandemik, melainkan akselerator modernisasi dan digitalisasi.
Seperti apa sebenarnya akselerator kerja pasca-Covid-19 dan bagaimana perusahaan menyeimbangkan ketangkasan dan produktivitas selama situasi ini? Berikut ada tiga upaya yang dapat dilakukan sebuah perusahaan untuk tetap menjaga efektivitas kerja dalam fase New Normal.
1. Mengimbangi Kapasitas Tenaga Kerja
Keamanan dan kesehatan insan perusahaan menjadi prioritas utama dalam menghadapi Covid-19. Setelah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 tentang pengaturan jam kerja pada masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di bulan Juni lalu.
Setelahnya, banyak perusahaan mulai menerapkan penyusunan dan penerapan pengaturan jam bekerja dengan membagi beberapa shift untuk mengimbangi kapasitas jumlah insan perusahaan yang bekerja di kantor. Oleh karena itu, memilih cara pengelolaan yang tepat penting untuk menjaga efektifikas perusahan, dengan meminimalisir kepentingan bertemu tatap muka.
Mengadaptasi penggunaan platform yang mampu menjadi pusat kontrol yang memungkinkan tahap kerja terotomasi seperti persetujuan, alur kerja, pengeluaran, dan data kehadiran dapat diintegrasikan dengan fitur Approval dan Attendance akan sangat membantu sistem kerja suatu perusahaan.
2. Terus Meningkatkan Pengetahuaan Tim
Dengan adaptasi gaya hidup digital dan bekerja secara remote, perusahaan harus tetap menjaga kesempatan insan perusahaan dalam meningkatkan pengetahuaan dan keterampilan sebuah tim. Webinar, virtual talkshow, dan virtual workshop, menjadi salah satu yang sedang populer saat ini dikalangan masyarakat sebagai sarana untuk membagi edukasi dan konten informatif secara virtual.
Konferensi video adalah fitur pendukung yang penting untuk melakukannya. Fitur ini tidak hanya dapat mengganti peran meeting yang biasa dilakukan secara face-to-face, namun juga menyediakan inovasi baru bagi masyarakat untuk bangkit di tengah pandemi.
3. Efisiensi Baru Melalui Teknologi
Komunikasi antar insan perusahaan merupakan salah satu hal yang seringkali menjadi kendala, terutama bagi perusahaan skala besar. Misalnya, PT Diamond Food Indonesia dengan lebih dari 7.000 insan perusahaan menjaga komunikasi dan kolaborasi bekerja di masa pandemi ini dengan membangun efisiensi baru melalui teknologi digital.Â
Mereka mengimplementasikan teknologi komunikasi bisnis dalam manajemen pekerjaan yang mampu menyatukan komunikasi di seluruh organisasi dengan satu platform, menghindari kebutuhan akan platform komunikasi mandiri sehingga meningkatkan keamanan dalam berkomunikasi dan bertukar data.Â
Fitur komunikasi bisnis yang digunakan juga memungkinkan manajer untuk berkomunikasi lebih baik dengan tim yang tersebar di seluruh daerah. Sedangkan, untuk pekerja di lapangan, aplikasi seluler yang kuat membuat insan perusahaan untuk tetap terhubung dari mana saja, sehingga menjadi pusat komunikasi di seluruh perusahaan.
Dengan demikian, perusahaan harus bisa beradaptasi dengan cara bekerja digital. Bukan semata karena situasi pandemi, melainkan juga mengikuti perkembangan teknologi dan kemajuan digital di era modern untuk dapat bekerja secara holistik.
Kemampuan adaptasi juga perlu didukung oleh komunikasi yang efektif. sehingga memudahkan manjemen perusahaan untuk memastikan pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan efektif.
Penulis,
Merza Gamal
Author of Change Management & Cultural Transformation
Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah