Mohon tunggu...
Maria Yasinta Deme
Maria Yasinta Deme Mohon Tunggu... accounting lecturer

Hobby Menulis

Selanjutnya

Tutup

Love

Mengurai Simpul Tak Terucap "Ketika Komunikasi Membentuk Benang Kusut"

2 Maret 2025   20:14 Diperbarui: 2 Maret 2025   20:14 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Dalam labirin hubungan manusia, komunikasi menjelma sebagai fondasi yang tak tergantikan. Ketika alur percakapan mengalir lancar, dua jiwa mampu menari dalam harmoni, saling memahami dengan kedalaman yang langka, dan merajut kedekatan yang kokoh. Namun, ketika saluran komunikasi tersumbat, masalah-masalah mulai merayap keluar dari bayang-bayang, merusak keindahan hubungan. Metafora "benang kusut" dengan indah menggambarkan kompleksitas yang seringkali menyelimuti komunikasi yang terhambat. Bayangkan seutas benang, pada awalnya terbentang lurus dan rapi, simbol dari awal hubungan yang penuh harapan. Seiring berjalannya waktu, benang itu mulai melilit, kusut, dan sulit diurai, mencerminkan kerumitan yang tumbuh dalam komunikasi. Setiap upaya untuk mengurai benang itu justru membuatnya semakin rumit, semakin sulit untuk menemukan ujungnya, seperti upaya kita untuk memperbaiki komunikasi yang terjalin. Setiap kali kita mencoba berbicara, setiap kali kita mencoba menyelesaikan masalah, kita justru terjebak dalam lingkaran argumen, kesalahpahaman, dan kekecewaan, sebuah tarian yang tak berujung dalam labirin kata-kata.

Mengapa benang kusut ini bisa terbentuk? Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan komunikasi menjadi berbelit-belit. Mungkin kita memiliki perbedaan gaya komunikasi, di mana satu jiwa lebih suka berbicara terbuka, sementara yang lain lebih memilih keheningan. Luka masa lalu yang belum sembuh juga bisa menjadi penghalang, membuat kita sulit untuk percaya dan rentan terhadap salah tafsir. Kesibukan kehidupan, dengan segala tuntutannya, seringkali mencuri waktu dan energi yang seharusnya kita curahkan untuk mendengarkan satu sama lain. Selain itu, ekspektasi yang tidak terucapkan seringkali menjadi penyebab utama dari benang kusut ini. Kita sering berasumsi bahwa pasangan kita tahu apa yang kita inginkan dan butuhkan, tanpa benar-benar mengungkapkannya. Asumsi ini, seperti bisikan yang tak terdengar, dapat menyebabkan kekecewaan dan frustrasi, yang pada akhirnya merusak komunikasi yang rapuh. Upaya yang sia-sia untuk mengurai benang kusut ini seringkali membuat kita merasa putus asa. Kita telah mencoba berbagai cara, dari percakapan hati ke hati hingga upaya untuk mendengarkan dengan lebih baik, namun setiap usaha kita tampaknya sia-sia. Semakin kita mencoba, semakin kusut benang itu, seperti jaring laba-laba yang menjerat kita dalam kebingungan. Mungkin kita telah mencapai titik di mana kita harus mengakui bahwa benang ini tidak dapat diurai, bahwa kita tidak lagi dapat berkomunikasi dengan efektif.

Memotong benang kusut bukanlah keputusan yang mudah, namun terkadang, itu adalah pilihan yang paling bijaksana. Ini berarti mengakui bahwa hubungan kita tidak lagi sehat, bahwa kita tidak lagi dapat saling mendukung dan memahami. Ini berarti melepaskan harapan dan impian yang pernah kita rajut bersama, seperti melepaskan layang-layang yang terbang terlalu tinggi. Namun, dalam beberapa kasus, memotong benang adalah pilihan yang paling elegan. Ini adalah tindakan keberanian, tindakan cinta diri, dan tindakan penghormatan terhadap satu sama lain. Ini adalah pengakuan bahwa kita berdua pantas mendapatkan kebahagiaan, bahkan jika itu berarti berpisah, seperti dua kapal yang berlayar ke arah yang berbeda. Setelah benang terpotong, mungkin ada rasa sakit, kesedihan, dan kehilangan, seperti badai yang mengamuk di lautan hati. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu akan mereda, dan kita akan mulai menyadari bahwa kita telah membuat keputusan yang tepat. Kita akan mulai menyadari bahwa kita memiliki lebih banyak ruang untuk tumbuh, untuk berkembang, dan untuk menemukan kebahagiaan yang sejati, seperti bunga yang mekar setelah hujan badai. Memotong benang kusut bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari babak baru dalam hidup kita. Ini adalah babak di mana kita dapat belajar dari masa lalu, tumbuh sebagai individu yang lebih kuat, dan menemukan hubungan yang lebih sehat dan memuaskan di masa depan, seperti fajar yang menyingsing setelah malam yang panjang. Dalam perjalanan ini, kita akan menemukan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan kita untuk melepaskan, untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain, dan untuk membuka hati kita bagi kemungkinan-kemungkinan baru yang tak terduga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun