Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

04-Satu Hati Dua Cinta

9 Juli 2025   07:59 Diperbarui: 9 Juli 2025   07:59 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan ketika ia menutup pintu kamarnya malam itu, Otong hanya bisa tersenyum sendiri, pahit, tapi hangat. Karena ia tahu, cinta tak selalu harus memiliki. Kadang cukup dengan bisa duduk bersamanya, menyuap bakmie hangat, dan melihatnya tertawa meski hanya sekali.

***

Malam itu adalah malam minggu, malam yang katanya diciptakan untuk para pasangan muda saling bertukar tawa dan parfum. Di luar sana, gadis-gadis seusia Bavik sudah berdandan rapi, mematut diri di depan cermin, menyemprotkan parfum beraroma bunga musim semi yang entah tumbuh di mana, sambil menunggu pacar datang dengan motor matic pinjaman.

Tapi tidak dengan Bavik.

Ia hanya duduk termenung di balik jendela kamarnya yang terbuka lebar, membiarkan angin malam menyusup lembut, mengibaskan rambut hitamnya yang panjang sepinggang, liar tak diikat, seperti hatinya malam itu liar, tak menentu.

Langit malam terlihat bersih, jernih, bertabur bulan dan bintang seperti kerikil cahaya yang ditebar di samudera hitam. Sejauh mata memandang, hanya ada langit luas tanpa ujung, seolah dunia diam, menunggu keputusan besar dari seorang gadis muda yang sedang galau luar biasa.

Letak kamarnya yang berada di bagian belakang rumah, yang berdiri di lereng bukit kecil, membuat posisi kamarnya tinggi, sangat tinggi. Bahkan jendelanya menganga sekitar dua puluh meter di atas tanah.

Jangan bayangkan pencuri atau penjahat bisa masuk, mereka harus lulus pelatihan panjat tebing dulu. Jadi meskipun jendela itu tak berteralis, Bavik merasa aman, aman dalam kesendirian dan angin malam.

Lampu pijar 15 watt yang menggantung malu-malu di batas kamar anak pamannya dan kamarnya sendiri hanya memberikan cahaya temaram, seperti suasana hati Bavik . Redup, setengah putus asa, setengah berharap.

Tapi matanya masih tajam, belum berkacamata seperti sebagian besar teman-temannya yang sejak SMP sudah akrab dengan lensa minus.

Di atas meja belajar, bertumpuklah surat-surat cinta. Iya, Surat cinta. Bukan tagihan, bukan brosur diskon, tapi surat cinta sungguhan. Isinya menggelegar janji setia, puisi setengah matang, dan harapan-harapan tentang masa depan yang belum tentu cerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun