Ketidaksetaraan ini bisa menjadi masalah di kemudian hari, terutama bagi mereka yang mengabdi dalam jangka waktu lama. Banyak guru P3K yang merasa bahwa status mereka masih belum setara dengan PNS meskipun memiliki beban kerja yang sama.
2. Tidak Ada Jaminan Perpanjangan Kontrak
Salah satu kelemahan utama dari sistem P3K adalah status mereka sebagai pegawai kontrak. Meskipun diberikan jangka waktu yang cukup panjang, tidak ada jaminan bahwa kontrak tersebut akan diperpanjang setelah berakhir.
Hal ini bisa menyebabkan ketidakpastian bagi guru yang sudah bekerja selama bertahun-tahun, karena mereka tetap harus bersaing dan mengikuti mekanisme seleksi ulang.
Ketidakpastian ini dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi para guru, terutama jika kebijakan pemerintah mengenai P3K berubah di masa mendatang.
3. Potensi Ketimpangan Distribusi Guru
Meskipun P3K bertujuan untuk mendistribusikan tenaga pendidik ke seluruh Indonesia, implementasi kebijakan ini tidak selalu berjalan mulus. Banyak guru yang lebih memilih untuk tetap bekerja di daerah perkotaan atau daerah yang lebih berkembang, sementara daerah terpencil masih kekurangan tenaga pendidik yang memadai.
Ketimpangan ini bisa menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memastikan bahwa semua daerah memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas.
4. Beban Administrasi bagi Pemerintah Daerah
Implementasi P3K memerlukan anggaran yang besar dan sistem administrasi yang baik. Pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas penggajian P3K sering kali mengalami kendala dalam hal pendanaan, terutama jika anggaran daerah terbatas.
Jika tidak dikelola dengan baik, beban administrasi ini bisa menghambat kelancaran pembayaran gaji serta mengakibatkan masalah dalam keberlanjutan program.