Mohon tunggu...
Mentari Senja
Mentari Senja Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Tua

Manusia pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Distraksi Rasa: Tabir Pembuka

4 Juni 2022   16:37 Diperbarui: 4 Juni 2022   17:19 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tabir Pembuka

April, 2021. Semula, aku ingin menuliskan sebuah cerita manis nan putih. Sebuah cerita dengan alur yang hangat tanpa konflik yang berat. Beberapa halaman pembuka berhasil aku tulis dengan semestinya. Lancar tanpa beban. Hingga, terjadi sebuah peristiwa yang mengacaukan semuanya, dan mengubahnya menjadi mimpi buruk. Semesta tak memihak ku kala itu.

Sekarang, rencana dan mimpiku menuliskan cerita manis nan putih hanya omong kosong belaka. Sulit rasanya menulis satu kalimat bahagia disaat relung tengah terguncang. Dan juga, warna putih itu seketika berubah menjadi kelabu. Hanya galau dan sendu yang terus setia merangkul kepalaku selama setahun terakhir. 

April 2021, sebuah bulan penuh riang hujan nan badai kemelut yang membebani rasa.
Kesedihan memang kadang datang tanpa kita duga-duga. Dan mampu memutar balikkan semesta dengan mudahnya. Kala itu, aku masih sanggup bermain topeng didepan keramaian. Masih sanggup meredam alter-ego. Masih bisa melangkah seolah aku baik-baik saja. Hingga akhirnya aku mengerti, semakin aku menebalkan topengku, semakin aku merapuhkan jiwaku.

Hingga, aku tersandung jatuh ke titik terendah ku. Aku merasa sendirian. Seperti tak ada yang perduli denganku. Namun itu karena ulahku sendiri. Paradigma yang kubuat-buat sendiri karena aku terlalu mengikuti jeram ego. Aku terlalu diam hanya untuk sekedar meresah. 

Setelah bergejolak dengan isi kepalaku sendiri, aku akhirnya menyadarinya. Sadar kalau aku bodoh!

Akhirnya kuputuskan tuk merobek kertas ceritaku sebelumnya dan mulai menulis apa-apa yang menurutku meredakan. Apapun itu asal menyenangkan. Aku menidurkan egoku dan membiarkan diriku mengikuti proses pemulihan fisik maupun mental. Dan menulis cerita inilah pilihanku. Aku tak perduli bagaimana jadinya nanti, bisa dicerna atau malah memusingkan kepala. Yang jelas, cerita aneh yang tengah kalian baca ini adalah sebuah media terapi jiwaku pada waktu itu. Terapi untuk laki-laki yang pernah sekuat hati memperjuangkan melati hati namun hasilnya hanya tusukan duri.  

Dan laki-laki itu adalah aku. Dan aku adalah salah satu diantaranya kalian. Aku percaya, ada aku-aku lain diluar sana yang masih terjerembab rasa.

___________________________

Sedikit tentang rasanya dikhianati. Kalian pasti paham dengan definisi teoritis tentang patah hati. Akupun paham, bukan hanya teori tapi sudah merasakannya sendiri. Rasanya seperti seseorang yang aku kejar sepenuh hati akhirnya mau berhenti dan menungguku. Bisa dibayangkan bagaimana berbinar nya hatiku kala itu. Namun ternyata, dia berhenti hanya untuk mendorongku jatuh supaya aku tak bisa lagi mengejarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun