Mohon tunggu...
Melly Ridya Putri Meiyori
Melly Ridya Putri Meiyori Mohon Tunggu... Mahasiswa - Progressor

Education

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Keresahan Pemateri Judgemental

26 Februari 2022   20:46 Diperbarui: 26 Februari 2022   20:56 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Inilah pentingnya mencari bahan referensi dan membaca sebanyak-banyaknya. Ambil saja contohnya buku yang berjudul tokoh "Filsuf dan Era Keemasan Filsafat" yang ditulis oleh Nuraningsih Nawawi, kemudian buku yang berjudul "Filsafat Feminisme (Studi Kritis Terhadap Pembaharuan Perempuan di Dunia Barat dan Islam)" yang di tulis oleh Saidul Amin dan buku-buku lain yang bisa anda baca sebagai referensi bagaimana pemikiran feminisme dalam islam.

Saya cukup terkesan karena setelah saya paparkan argumentasi saya, namun ia tetap teguh pada pendiriannya yang keliru. Saya hanya tersenyum kecil dan menganggukan kepala saya.

Cerita kedua ini terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika itu saya mengikuti kelas online, ya kelas ini di adakan secara gratis, beberapa kali saya tidak hadir karena berbagai macam alasan, baik lupa waktu ketika membaca ataupun tertidur dengan lelapnya.

Hingga pada suatu kesempatan saya mengikuti kelas tersebut tetapi saya mematikan kamera karena jaringan sedang tidak stabil.

Pemateri tersebut langsung memberikan ultimatum di awal dan ia mengatakan  "temen-temen disini yang mematikan kamera, pasti seseorang yang yang pemalas, pemalu, introvert dan pasti duduk di pojokan, gak pernah nanya sama gurunya terus selalu ikut-ikutan temen".

Seketika saya langsung terkejut, kok bisa ya pemateri langsung judgmental seperti itu? Terlepas orang yang memilih untuk tidak mengaktifkan kamera, pasti berbagai macam alasan, ada yang kameranya rusak, terkendala jaringan, sedang berada di jalan karena keadaan yang mendesak dll (dan teman2 yang menonaktifkan kamera sudah izin terlebih dahulu sebelumnya).


Sudah betul dan baiknya memberikan apresiasi kepada para peserta, karena apapun kendalanya, tetapi ia tetap mengikuti kelas tersebut, betul bahwa mengaktifkan kamera adalah sebagai bentuk apresiasi, tapi bukankah ada kata yang lebih baik lagi untuk di ungkapkan dibandingkan langsung menjustifikasi orang lain?

Tidak cukup sampai disitu, pemateri ini melanjutkan dengan menuturkan kisah seseorang yang ia anggap memiliki masalah yang luar biasa dan dia pun pernah mengalaminya. Saya tidak mempermasalahkan cerita tersebut, tetapi ia menambahkan "anak-anak zaman sekarang mudah sekali terkena mental, masalah kecil sampai bunuh diri, masalah kecil dianggap besar, mentalnya lemah.lebay...".

Saya cukup syok ketika mendengarnya, sebagai penyitas kesehatan mental saya cukup terkesima dengan pernyataan tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, ia memanggil peserta satu persatu kemudian ia menanyakan kepada salah satu peserta "Mawar kamu pernah nggak punya masalah yang menurut kamu besar sekali?" Mawar ini tentunya nama samaran.

Mawar pun menjawab "pernah kak.." pemateri pun kembali menanyakan "masalah apa itu??" Dari raut ekspresinya sangat terlihat jelas sekali bahwa ia sudah meremehkan. Mawar pun menjawab "nilai turun kak" pemateri itu bertanya kembali "memangnya kamu kelas berapa??" Selidiknya. Mawar menjawab "kelas 2 SMA kak" pemateri langsung memberikan kesimpulan bahwa permasalahan tersebut adalah lebay dan berlebihan.

Hal yang mengejutkan adalah jawaban tadi sebagai contoh dan perbandingan dan menjatuhkan orang lain. Mari kita uraikan apabila kita melihat sisi ketahanan mental dari setiap individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun