Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Keresahan Pemateri Judgemental

26 Februari 2022   20:46 Diperbarui: 26 Februari 2022   20:56 185 4
Tulisan ini berangkat dari opini dan keresahan saya yang sering kali mengikuti acara webinar atau acara pelatihan online. Tentunya kita memang tidak berharap bahwa pemikiran kita akan sama bukan? Lalu bagaimana ketika pembicara tersebut closes minded bahkan judgemental?

Baik, sebelumnya judgemental itu sendiri apa sih? Jadi, judgemental adalah perilaku seseorang yang tidak dikenal tetapi dengan mudahnya menilai dan menghakimi orang lain.

Perilaku ini mungkin tidak disadari bagi orang tersebut, tetapi apa jadinya bila penuturan bahasa, maupun kata-kata yang diucapkannya adalah sebuah penghakiman kepada orang lain yang jelas tidak ia kenali?

Saya akan mulai kisah ini ketika saya mengikuti webinar terkait muslimah. Perlu di garis bawahi bahwa cerita ini tidak ada unsur menjelekan suatu agama, tetapi ambilah kisah ini secara penggambaran bagaimana seseorang dengan close-mindednya.

Ketika itu, saya sedang mengikuti acara webinar dan menyimak pemateri tersebut, hal yang menggelitik bagi saya adalah ia menjelaskan dan mengatakan bahwa "saya tidak akan bertanya kepada orang yang tidak memakai jilbab ketika saya akan bertanya masjid atau musholla, karena jilbab di identikan dengan islam kalau yang tidak pakai jilbab sudah pasti bukan islam, saya sampai muter-muter mencari orang yang pakai jilbab untuk menunjukan lokasi masjid..".

Saya cukup tergelitik dengan hal ini, bagaimana tidak ? Ia langsung menghakimi dengan perkataan "kalau yang tidak pakai jilbab sudah pasti bukan islam" bagaimana ia melabeli dan mengetahu identitas seseorang hanya dari penampilannya saja ?

Baiklah, apabila diperhalus lagi, kita harus menerima pandangan atau pun pilihan seseorang terlepas ia menggunakan jilbab ataupun tidak. Saya tentunya menggunakan jilbab, tetapi saya tidak pernah menghakimi dan memaksa kepada orang lain untuk menggunakan jilbab, karena sesungguhnya kesadaran, dorongan, maupun motivasi ketika ia mengenakan jilbab itu harus dari dirinya sendiri.

Kemudian, hal yang kedua adalah mengapa kalau yang anda tanyakan bukan dari agama islam? Memangnya setidak tahu apa seseorang itu jika memang didaerah tersebut terdapat masjid, kemudian ia tidak tahu bahwa bangunan tersebut adalah masjid? Tentunya jika ia seseorang yang tinggal di daerah tersebut, walaupun bukan beragama islam, tetapi ia tahu dimana masjid, ia pasti akan memberi tahu.

Dan yang terakhir adalah mengapa anda perlu bersusah payah untuk mencari seseorang yang pakai jilbab dan anda melewati banyak orang disitu hanya karena yang anda pandang adalah seseorang yang bukan 1 keyakinan dengan anda? Sangat disayangkan membuang-buang energi.

Setelah itu, saya pura-pura bertanya mengenai feminisme, lalu apa jawabannya? Ia menjawab "feminisme adalah musuh islam!" Saya tersenyum sinis.

Saya menanggapi beberapa pernyataan yang telah ia lontarkan, saya sudah sangat gerah bagaimana pemikiran konservatifnya.

Inilah pentingnya mencari bahan referensi dan membaca sebanyak-banyaknya. Ambil saja contohnya buku yang berjudul tokoh "Filsuf dan Era Keemasan Filsafat" yang ditulis oleh Nuraningsih Nawawi, kemudian buku yang berjudul "Filsafat Feminisme (Studi Kritis Terhadap Pembaharuan Perempuan di Dunia Barat dan Islam)" yang di tulis oleh Saidul Amin dan buku-buku lain yang bisa anda baca sebagai referensi bagaimana pemikiran feminisme dalam islam.

Saya cukup terkesan karena setelah saya paparkan argumentasi saya, namun ia tetap teguh pada pendiriannya yang keliru. Saya hanya tersenyum kecil dan menganggukan kepala saya.

Cerita kedua ini terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika itu saya mengikuti kelas online, ya kelas ini di adakan secara gratis, beberapa kali saya tidak hadir karena berbagai macam alasan, baik lupa waktu ketika membaca ataupun tertidur dengan lelapnya.

Hingga pada suatu kesempatan saya mengikuti kelas tersebut tetapi saya mematikan kamera karena jaringan sedang tidak stabil.

Pemateri tersebut langsung memberikan ultimatum di awal dan ia mengatakan  "temen-temen disini yang mematikan kamera, pasti seseorang yang yang pemalas, pemalu, introvert dan pasti duduk di pojokan, gak pernah nanya sama gurunya terus selalu ikut-ikutan temen".

Seketika saya langsung terkejut, kok bisa ya pemateri langsung judgmental seperti itu? Terlepas orang yang memilih untuk tidak mengaktifkan kamera, pasti berbagai macam alasan, ada yang kameranya rusak, terkendala jaringan, sedang berada di jalan karena keadaan yang mendesak dll (dan teman2 yang menonaktifkan kamera sudah izin terlebih dahulu sebelumnya).

Sudah betul dan baiknya memberikan apresiasi kepada para peserta, karena apapun kendalanya, tetapi ia tetap mengikuti kelas tersebut, betul bahwa mengaktifkan kamera adalah sebagai bentuk apresiasi, tapi bukankah ada kata yang lebih baik lagi untuk di ungkapkan dibandingkan langsung menjustifikasi orang lain?

Tidak cukup sampai disitu, pemateri ini melanjutkan dengan menuturkan kisah seseorang yang ia anggap memiliki masalah yang luar biasa dan dia pun pernah mengalaminya. Saya tidak mempermasalahkan cerita tersebut, tetapi ia menambahkan "anak-anak zaman sekarang mudah sekali terkena mental, masalah kecil sampai bunuh diri, masalah kecil dianggap besar, mentalnya lemah.lebay...".

Saya cukup syok ketika mendengarnya, sebagai penyitas kesehatan mental saya cukup terkesima dengan pernyataan tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, ia memanggil peserta satu persatu kemudian ia menanyakan kepada salah satu peserta "Mawar kamu pernah nggak punya masalah yang menurut kamu besar sekali?" Mawar ini tentunya nama samaran.

Mawar pun menjawab "pernah kak.." pemateri pun kembali menanyakan "masalah apa itu??" Dari raut ekspresinya sangat terlihat jelas sekali bahwa ia sudah meremehkan. Mawar pun menjawab "nilai turun kak" pemateri itu bertanya kembali "memangnya kamu kelas berapa??" Selidiknya. Mawar menjawab "kelas 2 SMA kak" pemateri langsung memberikan kesimpulan bahwa permasalahan tersebut adalah lebay dan berlebihan.

Hal yang mengejutkan adalah jawaban tadi sebagai contoh dan perbandingan dan menjatuhkan orang lain. Mari kita uraikan apabila kita melihat sisi ketahanan mental dari setiap individu.

Atas dasar apa pemateri langsung mengatakan bahwa peserta tersebut berlebihan karena nilainya turun dan itu menjadi permasalahan yang besar baginya? Padahal ia tidak pernah tahu bagaimana latar belakang dari peserta tersebut, lingkungan, ekspetasi dari keluarga dll.

Tidak semua orang memiliki mental sekuat kamu ketika menghadapi masalah. Kita tidak bisa menjustifikasi tingkat permasalahan besar orang lain dengan kacamata kita, tentunya akan berbeda. Menurut orang lain kecil, pastinya menurut anda tidak. Dan begitu sebaliknya.

Lalu apakah pantas kita menghakimi orang lain hanya karena menurut anda masalah anda jauh lebih besar dibandingkan orang-orang didunia ini?

Seolah-olah permasalahan yang ada didunia ini hanya anda saja yang berat, sedangkan yang lain biasa saja. Lalu apa yang akan anda dapatkan setelah anda membandingkan masalah anda dengan orang lain? Anda menjadi seseorang yang paling tersakiti kah didunia ini? Atau anda ingin validasi bahwa anda orang yang kuat dan hebat bisa hidup sampai saat ini?

Ada banyak permasalahan  : latar belakang, keluarga, lingkungan, tekanan, beban dan mental yang berbeda-beda. Jadi jangan hanya karena kamu memiliki masalah yang paling besar sampai hampir bunuh diri lalu membandingkannya dengan orang lain. Memangnya yang memiliki masalah berat hanya anda saja? dan yang pernah melakukan tindakan tersebut anda saja ? terlebih lagi apakah masalah-masalah besar tersebut yang berhasil melewati hanya anda saja ?

Silahkan anda membaca referensi dan sumber-sumber terkait kesehatan mental. Jangan sampai simpati dan empati anda hilang hanya karena ambisi eksistensi diri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun