Tak Seperti Dahulu
"Kenapa panas sekali ya, Bu? Padahal hari ini kan hujan deras," ucap Tania kepada ibunya yang juga sibuk berkipas di ruang tamu.
Tangan kanan ibunya terus menggerakkan kipas ke kiri dan kanan, mencari udara sejuk di pagi itu. Suara siaran televisi hari itu disibukkan dengan berita banjir di berbagai wilayah. Ternyata, hujan sudah turun sejak semalam di beberapa wilayah dan menyebabkan banjir di mana-mana.
"Tuh, kamu lihat, Tania! Bersyukur kita tidak kebanjiran seperti mereka," ucap ibunya sambil memonyongkan mulut dan menoleh ke arah TV.
Berita banjir selalu menjadi langganan saat musim hujan. Beberapa tempat pasti terkena banjir. Katanya sih pemerintah sudah menanganinya dengan baik. Nyatanya, selalu saja banjir. Banjir tidak pernah teratasi dengan baik.
"Apa kita bisa terkena banjir juga, Bu?" tanya remaja berusia 10 tahun itu kepada ibunya yang masih terus berkipas. Kipas angin yang ada di samping TV sengaja tidak dinyalakan karena tidak bisa membuat udara menjadi sejuk.
"Bisa jadi. Sangat bisa," jawab ibu Tania singkat.
"Loh, kok bisa, Bu?" tanya Tania penasaran.
"Bisa dong. Kamu tahu enggak, dulu di sini, di rumah kita ini udaranya sangat sejuk. Mbahmu dulu cerita kalau udara di siang hari pun masih terasa sejuk."
Ibu Tania mulai menceritakan kisah yang pernah diceritakan oleh ibunya dulu. Suasana yang sangat berbeda pada tempat yang sama, tetapi waktu saja yang berubah. Semua sudah jauh berubah.