Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dialog tentang Politik dan Kuasa

13 November 2020   00:30 Diperbarui: 13 November 2020   00:37 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.buildyourownblog.net 

Bahwa sesungguhnya politik itu mulia. Dia adalah asa tentang kehidupan. Intrik hanyalah kelingking. Jempol adalah pembuktian. Siapa dipercaya, dialah sang pemimpin. Acungkan jempol padanya. Berilah dia mahkota emas. 

Bahwa sesungguhnya kuasa bukanlah sebuah puncak. Memang, mahkota ada di kepala penguasa. Dan, benar, perintah tersiar dari istana. Namun, landasan tempat pesawat mendarat, adakah dibangun di puncak gunung? Tak ada! Kuasa harus mendarat di dataran, dimana rumput dan akar rumput menari menjemputnya. Biarkanlah istana kosong ditinggal pemiliknya yang berziarah kepada nurani, manusia yang mendamba sentuhan.

Bahwa sesungguhnya, politik dan kuasa, hanyalah hamba 

Kepada kehidupan.
Kepada sejahtera.
Kepada harmoni.
Kepada keadilan.
Kepada kemakmuran. 

Mereka yang sering tenggelam oleh hiruk pikuk orasi para kandidat, sesungguhnya adalah tuan. Kepada merekalah sang politik dan kuasa mengabdi.

Piramida harus kau balik, dan biarkan dia menancap ke dasar bumi. Biarkan mereka jumlahnya besar, berada di atas kuasa yang kuat. Biarkanlah sang kuasa memuja mereka. Karena untuk merekalah dia ada. Karena merekalah tuan dan nyonya dari pemegang daulat.

Perempuan tua, dalam bayangan datang menyapaku yang dalam termenung sambil menyeruput kopi pahit. Lalu diucapnya kumpulan kata: "Anakku, berpikirlah seribu kali sebelum engkau berniat meraih mahkota dan duduk di kursi singgasana. Renungkanlah, bersediakah engkau menjadi hamba?" 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun