Bukan pistol atau senapan. Mereka masih tunduk pada perintah panglima
Bukan nuklir. Para pemiliknya berpikir panjang sebelum menindis tombolÂ
Bukan bom atom. Itu masa lalu di Hiroshima dan NagasakiÂ
Bukan juga senjata biologis. Tak semua orang memilikinya Â
"Lalu, apa senjata yang paling berbahaya?" tanya anak kepada ayahnya.
Sang ayah tua, tak langsung menjawab. Â
"Apa senjata yang paling berbahaya?" lagi, bertanya sang anak kepada ayahnya.Â
Ayah tua, tetap diam. Dari raut wajahnya nampak sedang berpikir.Â
"Apa ayah?"Â tanya anaknya untuk ketiga kali
Ayah tua diam sejenak, menatap anaknya penuh perhatian  Â
Tiga bait lirih terucap:
"Anakku, ayah harus berpikir tiga kali sebelum berucap. Karena kata-kata adalah senjata. Bisa melukai hatimu, bisa menghancurkan rumah, bisa memutus rantai para sahabat, bisa menghancurkan negeri, bisa menggoncang dunia, bisa mengakhiri kehidupan!"Â
"Lidah-lidah tak bertulang melepas peluru kata tanpa kendali, tanpa komando."Â
"Anakku, hati-hati dengan ucapan mulutmu. Di satu sisi dia mengungkap jalan hidup, doa dan berkat, di sisi lain dia adalah senjata berbahaya."Â
Sang anak  terdiam... Merenung...
"Kenapa kau diam, nak?" kali ini sang Ayah balik bertanya
"Aku sedang berpikir sebelum berucap, supaya kata-kataku tidak menyakitimu atau membunuhmu, Ayah"