Mohon tunggu...
HEADLINE NEWS
HEADLINE NEWS Mohon Tunggu... Aktual & Terpercaya

Headline News hadir sebagai media daring yang berkomitmen menyajikan berita terpenting setiap hari. Kami mengutamakan akurasi, integritas, dan keberanian dalam mengungkap fakta, demi membangun masyarakat yang lebih kritis dan melek informasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

SK Bupati Sampang Pecat 3 Anggota BPD Tragih Penuh Kejanggalan

3 Oktober 2025   22:05 Diperbarui: 3 Oktober 2025   22:05 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: Ist

SAMPANG - Tiga anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tragih, Sampang, mempertanyakan legalitas pemecatan mereka. Surat Keputusan (SK) Bupati yang menjadi dasar pemberhentian dinilai janggal, sementara musyawarah yang menjadi landasan keputusan itu diklaim tidak pernah melibatkan mereka.

Kronologi dan Kejanggalan Surat Keputusan

Kisruh tata kelola pemerintahan Desa Tragih, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, kembali mengemuka setelah tiga anggota BPD diberhentikan secara sepihak. Mereka adalah Abdul Adim dari Dusun Gil Panggil, Rofik dari Dusun Derbing, dan Imam Is Romadoni dari Dusun Ngurbungur.

Kejanggalan pertama terungkap dari waktu penerimaan surat. Imam Is Romadoni mengaku baru menerima SK pemberhentian pada 1 Oktober 2025, padahal surat tersebut mencantumkan tanggal 28 Agustus 2025.

"Surat dikasihkan ke kami tanggal 1 Oktober kemarin, tapi suratnya tertanggal 28 Agustus 2025. Aneh lagi, stempel di surat itu bukan basah, diduga hasil scan," ungkap Imam saat dikonfirmasi pada Jumat (3/10/2025).

Keanehan serupa dialami Rofik, yang menerima surat tersebut pada 2 Oktober 2025, diantar langsung oleh kepala dusun setempat. Sementara itu, Abdul Adim menyatakan belum menerima surat fisik, namun namanya telah tercantum dalam daftar anggota BPD yang diberhentikan.

Dasar Pemecatan yang Ironis

Ironisnya, dasar hukum yang tercantum dalam SK Bupati Sampang Nomor: 100.3.3.2/540/KEP/434.013/2025 justru menjadi sumber pertanyaan utama. SK tersebut merujuk pada dua dokumen BPD Desa Tragih:

  • Berita Acara BPD Nomor: 007/BPD.TRG/VIII/2025

  • Surat Ketua BPD Nomor: 008/BPD.TRG/VIII/2025

Kedua dokumen tersebut sama-sama bertanggal 1 Agustus 2025 dan diduga menjadi landasan usulan pemberhentian. Namun, ketiga anggota BPD yang dipecat menegaskan bahwa mereka tidak pernah diundang atau dilibatkan dalam musyawarah apa pun pada tanggal tersebut.

"Sejak dilantik [September 2023], kita bertiga tidak pernah dilibatkan dalam Musdes [Musyawarah Desa]," tegas Imam.

Lebih jauh, ia juga menyinggung adanya dugaan maladministrasi lain. "Setiap kali terima honor, dipotong Rp100 ribu, katanya untuk pajak," tambahnya, merujuk pada pemotongan yang dilakukan oleh bendahara desa.

Analisis Pengamat: Cacat Prosedur dan Dugaan Maladministrasi

Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik, Abdul, menyoroti dua persoalan serius: potensi cacat prosedur dalam musyawarah dan dugaan maladministrasi terkait pemotongan honor.

Pertama, mengenai keabsahan musyawarah, Abdul menjelaskan bahwa absensi tiga anggota dapat menggugurkan hasilnya. "Dalam Pasal 37 ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016, musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD. Kan BPD-nya 7 orang, harusnya untuk memenuhi 2/3 dari 7 itu 5. Kalau yang dipecat 3 orang itu berpotensi cacat prosedur," jelas Abdul.

Kedua, terkait pemotongan honor sebesar Rp100 ribu untuk pajak, ia menilai hal itu tidak memiliki dasar hukum. "Dengan penghasilan 600-800 ribu per bulan BPD di kabupaten Sampang, anggota BPD tidak dikenakan PPh karena total setahun masih jauh di bawah batas PTKP. Artinya, secara hukum tidak ada kewajiban BPD membayar pajak penghasilan dari honor tersebut," tegasnya. "Inspektorat harus melakukan pembinaan. Masa hal dasar seperti itu tidak dipahami oleh perangkat desa," tambah Abdul.

Analisis ini memperkuat dugaan bahwa tidak hanya proses pemberhentian yang bermasalah, tetapi juga terdapat praktik administrasi yang keliru di Desa Tragih.

Upaya Konfirmasi dan Respons Minim

Saat dimintai keterangan mengenai musyawarah yang menjadi dasar SK Bupati, Ketua BPD Desa Tragih, Su'ud, memilih untuk tidak memberikan penjelasan. Ketika dihubungi melalui aplikasi pesan WhatsApp, ia hanya menjawab singkat.

"Saya nggak tahu pak," ujarnya, lalu segera memutus sambungan telepon.

Hingga berita ini diturunkan, Penjabat (Pj) Kepala Desa Tragih, Matniri, juga belum dapat dikonfirmasi. Tim redaksi akan terus berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang mengenai dugaan pemecatan BPD Tragih Sampang ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun