Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

T.T.K (Pantai Teluk Awur Jepara)

18 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 18 Mei 2023   18:01 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

T.T.K (PANTAI TELUK AWUR JEPARA)

MBAH HAR - WAHYU

"Aku tahu sesungguhnya bilamana doaku dijawab, yaitu bilamana aku telah menerima segala ketetapanNya (Allah) dengan Ridho"

Berbagi cerita bertemu menjalani hidup. Bahagia senandung memiliki. Hidup jiwamu menjaga di setiap langkah-langkahku. Membumi menjemput langit.

Engkau bawa diriku ke dalam hidupmu. Engkau basuh diriku dengan rasa sayang. Engkau sentuh hatiku dengan cintamu. Engkau bawa cintaku dengan sejuta warna. Engkau warnai hariku dengan rasa senyum. Senyummu adalah hidupku. Engkau adalah nafas kehidupan.

Teluk Awur, Bumi Kartini Jepara

Petikan harpa tercipta nada harmonis. Mengalun merdu menyatukan deburan ombak lautan menuju pantai. Percikan sinar kemilau menggelembung biru membiru membius kesadaran mengakhiri penantian. Doa dalam Kalam Illahi mampu merubah takdir adalah benar adanya. Dan kita menyaksikannya

Sunset sore di terpa hujan tanpa mendung menambah indah suasana. Kacamata batinku ikut berbisik, angin berisik bersuara haru menetes air mata langit. Tanpa ragu kutatap semburat wajah kemerahan dengan air mata mengalir. Bening kelompak matamu kusibah dengan kesucian jiwa dan raga kauserahkan.

Kemarin  aku tidak berani menatap matamu, dan memilih menunduk. Aku takut melihat air mataku mengalir karena tatapanku nyaris tanpa cahaya. Kemarin, aku memaksa berjalan membelakangi arah, karena aku takut jika mendekat sesugguhnya engkau akan menjauh. Karena tatapanku sebatas tembok kamar, karena pendengarku sebatas jarak terjangkau, karena wangi bunga sebatas sejengkal kelopak jari tanganku. Tapi, tidak dengan hari ini.

Pohon Bakau hijau menahan kerasnya malam gelombang menghantam. Seperti hanya memberi tempat bersembunyi biota laut, ketika berbisik selaras memberikan tangan akar-akarnya menunduk ke bumi dan membumilah dengan dalam, semakin dalam, makan semakin cepat langit mendengar.

Tangga, beribu tangga aku tepis memalui makna. Berlari lambat tapi jelas walaupun pelan menyongsong ombak menangkap gemuruhnya di setiap bulan. Kerikil berbatu tinggal cerita. Lembut pasir menyisakan pena manis tinta pelangi aku gambarkan garis wajahmu memerah menerima uluran tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun