Jaringan distribusi gas bumi sektor rumah tangga merupakan wujud penghematan bahan bakar dan subsidi sehingga lebih banyak anggaran negara yang dapat dipergunakan bagi program pro rakyat lainnya.”[http://esdm.go.id/]
Saya tak tahu, pernyataan Sang Menteri di atas adalah suatu kepastian atau sekedar untuk menyenangkan telinga rakyat; pastinya janji tersebut, mungkin, belum terlaksana atau terbukti. Sebab, sejak tahun 2008, baru sekitar 30.000 rumah tangga yang belanggganan gas melalui pipa Jaringan Gas Kota; itu berarti ada lebih dari 200 juta rumah tangga yang belum dijangkau.
[Waduh, betapa lambatnya pergerakan jaringan pipa gas; mungkin, pemerintah harus bangun pabrik pipa gas, setelah itu, buka tambang gas baru, kemudian, bangun infrastruktur baru, makanya lambat banget].
Rencana membangun Jaringan Gas Kota sejak tahun 2008, dengan harga gas 12 kg Rp. 63.000 dan gas 3 kg sekitar Rp. 15.000, kini tak jelas; tidak ada berita tengatang pembangunan dan peresmian pipas gas rumah tangga; ceritanya lenyap. Hingga tahun 2015, nyaris tak ada tambahan panjang pipa gas dan pelanggang gas melalui pipa Jaringan Gas Kota. Sebaliknya, tahun 2008 harga gas 12 kg naik dari Rp 63.000 (Pertamina)/7o.000 (pengecer), pada tahun 2015 menjadi Rp 142.000 (Pertamina)/Rp 150.000-160.000 (pengecer).
Dengan demikian, jika ada pembangunan atau perbanyak Jaringan Gas Kota, yang masuk ke rumah tangga, maka akan terjadi penghematan dana negara, keluarga atau pun rumah tangga; di samping itu, bisa memotong jalur distribusi gas sehingga menekan harga jual.
Kini terpulang kepada para petinggi negara, termasuk mereka yang menjadi penentu arah politik dan ekonomi RI, apakah mau melakukan upaya-upaya untuk mensejahterahkan rakyat atu sebaliknya!?
Retno Hartati - JMP
[caption id="attachment_377410" align="aligncenter" width="300" caption="http://retnohartati.8m.net"]