Mohon tunggu...
Mba Adhe Retno
Mba Adhe Retno Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

http://retnohartati.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

BBM dan Gas Mahal, Perbanyak Jaringan Gas untuk Rumah Tangga

8 April 2015   11:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:23 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mulai 1 April 2015, harga Rp 6.900,00 menjadi Rp 7.400,00 untuk jenis premium," suatu keputusan yang tak peduli terhadap banyak faktor yang semakin membebani hidup dan kehidupan rakyat. Keputusan tersebut menurut Pertamina, "Kenaikan seharusnya sebesar Rp 1.000,00 agar sesuai nilai keekonomian, namun pemerintah hanya menaikkan Rp 500,00 agar tidak terlalu memberatkan beban rakyat. Harga BBM akan terus disesuaikan dengan harga minyak dunia dan dikaji setiap dua minggu, (Kompasiana.com)." Itu kata Pertamina dan keputusan pemerintah, dan rakyat harus menerimanya dengan kaki serta tangan terbuka, nyaris tak ada yang protes. Walau ada yang ngomel, toh keputusan naiknya BBM sudah seperti wahyu ayat-ayat suci yang turun dari atas sana, sahingga tak boleh dirubah oleh siapa pun.

Sebagai rakyat kecil, mungkin saya termasuk banyak orang yang tak menyangka bahwa harga BBM di Indonesia harus mengikuti "irama naik turun harga" di luar sana; dengan demikian semua barang dan jasa di negeri inbi juga mengikuti irama tersebut. Dampaknya sangat hebat, semua perhitungan dan kalkulasi keuangan rumah tangga, dengan gaji nyaris tak naik, semakin tak menentu.

Dan, ketika perhitungan ekonomi keluarga/rumah tangga belum normal, tiba-tiba, ketika asisten rumah tangga mau mebeli gas, harganya sudag beruba, Pertamina telah menaikan harga gas 12 kg, dan mereka lakukan itu dengan cara sunyi, sepi, senyap, diam-diam, tanpa publikasi serat sosialisasi. Alasan dari Pertamnia adalah "takut terjadi penimbunan."  Wouuuuuuuuuuuuuuuuuuu luar biasa!  Harga Gas 3 kg pun, di pengecer ikut-ikutan naik, variasi di atas Rp. 20.000, itu pun jika ada atau tersedia.

Padahal, dengan harga gas yang masih terjangkau, maka beban keuangan keluarga masih bisa sedikit teratasi, apalagi jika di rumah hanya pagi dan soreh, sehingga kompor gas cuma untuk Kopi dan Teh Panas pada pagi hari, siang hari praktis makan siang di luar rumah.

Kini, denga kenaikan harga gas 12 kg yang mencapai Rp. 150.000 - 160.000 di pengecer dan 3 kg mencapai Rp 20-25, bisa jadi semakin banyak dapur keluarga rumah keluarga Indonesia tanpa kompor gas atau tak berasap, namun tak ada pilihan lain.  Kenaikan harga gas, lihat info grafis, agaknya telag memaksa konsumen tinggalkan gas tabung 12 kg, dan beralih ke 3 kg, artinya tabung 12 kg menjadi besi tua.

OK lah, jika pemerintah RI berkehendak agar semua dapur rumah tangga di Indonesia gunakan gas, namun dengan cara menaikan harga dengan cara diam-diam dan menuju tak terjangkau, apakah harapan tersebut dapat tercapai!?

Mungkin kehendak pemerintah tersebut sudah baik, pas, dan benar, tapi sayangnya tak ditunjang dengan sarana yang memadai. Pemerintah hanya menyediakan tabung gas 3 kg dan 12 kg, setelah itu menaikkan harga gas sesuai selera, dan rakyat "dipaksa" untuk membeli, karena tak ada pililhan lain. Padahal masih ada sarana dan penyediaan distribusi gas rumah tangga melalui jaringan gas kota atau jaringan gas ke rumah tangga (di perkotaan dan desa).

Rencana membangun Jaringan Gas Kota sebagai pengganti bahan bakar minyak sebagai wujud diversifikasi energi, telah dicanankan berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006  dan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-852/MK.02/2008 tanggal 10 Juli 2008, disebutkan sebahai "Program Jaringan Gas Kota (Jargas) untuk rumah tangga merupakan kegiatan prioritas nasional dari Sub Sektor Migas." Kini, sudah tahun 2015, apakah program tersebut sudah mencapai taget atau hasil yang memadai!? Sekali lagi lihat info grafis; jumlah pelanggaannya masih sangat, sangat, sangat terbatas.

Rencananya, menurut Menteri ESDM, pada waktu itu,

"Jaringan Gas Kota merupakan program komplemen dalam rangka diversifikasi energi untuk mempercepat pengurangan penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar sehingga dapat membantu terwujudnya kemandirian energi selain itu, masyarakat dapat memperoleh sumber energi rumah tangga yang lebih murah, bersih dan aman. Peningkatan pemanfaatan energi alternatif khususnya gas bumi dalam rangka mengurangi pemanfaatan minyak bumi adalah dalam rangka memenuhi target diversifikasi sebagaimana diperintahkan oleh Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 untuk menuju bauran energi yang lebih baik dan berimbang.

Komitmen pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM secara bertahap merupakan langkah yang harus diambil agar dapat dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti, pendidikan dan kesehatan.

Jaringan distribusi gas bumi sektor rumah tangga merupakan wujud penghematan bahan bakar dan subsidi sehingga lebih banyak anggaran negara yang dapat dipergunakan bagi program pro rakyat lainnya.”[http://esdm.go.id/]

Saya tak tahu, pernyataan Sang Menteri di atas adalah suatu kepastian atau sekedar untuk menyenangkan telinga rakyat; pastinya janji tersebut, mungkin, belum terlaksana atau terbukti. Sebab, sejak tahun 2008, baru sekitar 30.000 rumah tangga yang belanggganan gas melalui pipa Jaringan Gas Kota; itu berarti ada lebih dari 200 juta rumah tangga yang belum dijangkau.

[Waduh, betapa lambatnya pergerakan jaringan pipa gas; mungkin, pemerintah harus bangun pabrik pipa gas, setelah itu, buka tambang gas baru, kemudian, bangun infrastruktur baru, makanya lambat banget].

Rencana membangun Jaringan Gas Kota sejak tahun 2008, dengan harga gas 12 kg Rp. 63.000 dan gas 3 kg sekitar Rp. 15.000, kini tak jelas; tidak ada berita tengatang pembangunan dan peresmian pipas gas rumah tangga; ceritanya lenyap. Hingga tahun 2015, nyaris tak ada tambahan panjang pipa gas dan pelanggang gas melalui pipa Jaringan Gas Kota. Sebaliknya, tahun 2008 harga gas 12 kg naik dari Rp 63.000 (Pertamina)/7o.000 (pengecer), pada tahun 2015 menjadi Rp 142.000 (Pertamina)/Rp 150.000-160.000 (pengecer).

Dengan demikian, jika ada pembangunan atau perbanyak Jaringan Gas Kota, yang masuk ke rumah tangga, maka akan terjadi penghematan dana negara, keluarga atau pun rumah tangga; di samping itu, bisa memotong jalur distribusi gas sehingga menekan harga jual.

Kini terpulang kepada para petinggi negara, termasuk mereka yang menjadi penentu arah politik dan ekonomi RI, apakah mau melakukan upaya-upaya untuk mensejahterahkan rakyat atu sebaliknya!?

Retno Hartati - JMP

[caption id="attachment_377410" align="aligncenter" width="300" caption="http://retnohartati.8m.net"]

14284680852027782776
14284680852027782776
[/caption]


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun