Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Layla Majnun: Sejauh Mana Manusia Bisa Waras Dalam Cinta?

6 November 2022   15:03 Diperbarui: 6 November 2022   15:06 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Layla Majnun karya Syekh Nizami, Foto dari Penulis

Akan tetapi kendati ia memiliki banyak harta dan kesejahteraan yang ia miliki melimpah ruah, namun takdir tidak berpihak kepadanya. Masa depannya suram karena ia menyadari bahwasanya tanpa ada keturunan maka kerajaan yang ia miliki akan musnah, dan tentu tanpa adanya pengganti maka kabilahnya akan dengan mudah diserang oleh kelompok lain, bahkan kemungkinan kesejahteraan dan harta yang ia miliki juga akan direnggut secara paksa.

Syed Omri pun gusar, ia meminta kepada orang-orang alim ulama untuk mendapatkan anak, entah itu melalui doa maupun ritual keagamaan lainnya. Akan tetapi semua hanyalah hampa, semua usaha yang ia miliki berujung sia-sia, penantian Syed Omri tidak mendapatkan apa-apa selain kekosongan dan harapan yang semu. 

Namun pada suatu titik penantian, doa-doa yang menggumpal pada ujung langit itu akhirnya diijabah, dan lahirlah seorang anak kuat nan gagah yang diberi nama Qays. Satu-satunya anak yang diharapkan nanti menjadi pemimpin untuk kabilahnya.

Sebagai anak tunggal dari kerajaan yang mahsyur maka Syed Omri memberikan segalanya kepada Qays, diberikannya makanan-makanan terbaik, pakaian-pakaian terbaik, dan bahkan pendidikan-pendidikan terbaik dengan mendatangkan guru terbaik kepadanya, bahkan ia disekolahkan pada universitas terbaik di tanah Arabia.

Namun takdir adalah momentum. Dan ketika cinta mendatangi Qays dengan bertemu Layla yang merupakan perempuan tercantik di negerinya, yang kulitnya seputih mutiara dan giginya seputih melati; Qays jatuh cinta. Namun hal yang kemudian menjadikan cerita ini menjadi seru dan tidak klise bahwasanya ternyata Qays tidak jatuh cinta sendiri, sebab Layla juga mencintainya.

Kendati awal mula perasaan mereka tersimpan rapat-rapat dan hanya hati mereka yang tahu, namun bahasa cinta tidak pernah bisa disembunyikan sebab orang-orang mulai mencium aroma karsa pada mereka yang menjadikan mereka menjadi buah bibir banyak orang. Orangtua mereka getir, terlebih orangtua Layla. Dan pada akhirnya, cinta menjelma malapetaka sebab bagi bangsawan adalah suatu yang haram bila anaknya menjadi buah bibir, apalagi anaknya adalah anak yang terdidik.

Layla kemudian dipisahkan dengan Qays dan menjadikan lelaki itu kalang kabut karena bagaimanapun Layla adalah dunianya, dan hilangnya Layla dalam kehidupannya membuat dirinya kehilangan dirinya sendiri, ia menjadi gila.

Selanjutnya tentu anda tahu bahwasanya Qays sudah berganti nama menjadi Majnun, ia mengembara pada jalanan-jalanan kota, sudut-sudut negeri, kemudian gurun-gurun yang berbahaya dan menyengat kulit sembari terus menyebut nama Layla, kalimat-kalimat bijak tentang kehidupan dan puisi-puisi indah tentang Layla bermunculan dari mulutnya dan menjadi syair yang kekal, ia berteman dengan hewan-hewan baik yang buas maupun yang liar, baik itu singa, semut, rusa, ular, dan semua tunduk dihadapan Majnun tanpa satupun yang berani menyakitinya.

Sepenggal Inti Tentang Layla dan Majnun

Lalu kemudian, sebenarnya apa inti dan hal yang dikritisi oleh Syekh Nizami? Mengapa Layla Majnun begitu populer di dunia dan menjadi kajian banyak tongkrongan? Mengapa novel ini sanggup menggetarkan hati banyak orang?

Bagi saya yang membacanya saya menyadari bahwasanya Layla Majnun bukan hanya novel belaka, Syekh Nizami sedang memberikan kita semesta cinta yang dikemas dalam bentuk cerita sederhana, dan bagaimana cinta yang kerap kita agung-agungkan tidak akan pernah bisa terdefinisikan oleh manusia melainkan hanya bisa diimplementasikan dalam kehidupan.

Layla Majnun sebenarnya membahas tentang tasawuf yang suci, namun alih-alih menjadikan Tuhan sebagai objek, Syekh Nizami menjadikan Layla sebagai tempat mahabbah itu timbul, beliau menjadikan manusia sebagai objek kasih yang kasat, namun saya merasa bahwa sebenarnya Majnun tidak pernah mencintai Layla; ia mencintai Tuhan yang ada didalam diri Layla. Dan novel ini sebenarnya membahas bagaimana seorang hamba mestinya mencintai Tuhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun