Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Seperti Apa CCTV dan AC ala De Javasche Bank ?

20 Maret 2018   16:52 Diperbarui: 21 Maret 2018   01:50 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papan nama Museum Bank Indonesia (dok.pri)

Penggusuran bangunan-bangunan lama yang nota bene bernilai sejarah saat pendudukan Belanda atau Jepang di Surabaya benar-benar tak terhindarkan. Serakahnya kota dan alasan pengembangan infrastruktur menjadikan banyak bangunan bernilai pusaka budaya harus rela rata dengan tanah. Beberapa bangunan kuno seperti gudang persenjataan Belanda pada masa Daendels (sekarang JMP, red), Stasiun Semut dan Rumah Sakit Mardi Santoso telanjur dirobohkan untuk dijadikan pusat perbelanjaan.

Untung saja tidak semua bangunan lama yang bersejarah itu berhasil dihancurkan. Untuk menyaksikan sisa-sisa kota lama Surabaya, kita bisa mendatangi kawasan Jembatan Merah, Kembang Jepun atau Jalan Pahlawan Surabaya. Di antara gedung-gedung baru yang menjulang tinggi itu, bangunan lama masih tetap dipertahankan sehingga semakin menambah pesona kota tua Surabaya.

Sebagian besar warga Surabaya atau Jawa Timur pada umumnya mungkin sudah sangat familiar dengan kawasan Jembatan Merah, namun belum banyak yang tahu tentang detail masing-masing gedung tua di kawasan itu. Mereka mungkin hanya sekedar berkendara melintasi jalan dan menikmati keindahan arsitektur bangunan lama di sepanjang jalan itu, jarang atau bahkan tanpa pernah berpikir tentang sejarah dan fungsi gedung-gedung itu di masa lalu.

Berada tidak jauh dari terminal bus dan angkutan perkotaan (angkot) Jembatan Merah ternyata ada satu bangunan bersejarah lagi yang sempat terlewatkan oleh saya atau mungkin juga oleh Arek-arek Surabaya lainnya. Gedung itu bernama Museum Bank Indonesia yang berlokasi di Jalan Garuda 1 Surabaya.  

Siang itu mendung tebal sedang bergelayut di atas kawasan Jembatan Merah. Di halaman parkir museum terlihat beberapa mobil jenis MPV (Multi Purpose Vehicles) dan beberapa sepeda motor pengunjung. Empat atau lima orang sambil menenteng tas layaknya pegawai kantoran terlihat baru keluar dari dalam museum.

Bambang Sukasnowo (dok.pri)
Bambang Sukasnowo (dok.pri)
"Ada apa pak, kok ramai" tanyaku pada petugas museum saat mengisi buku tamu sambil memperhatikan satu-persatu pengunjung yang mulai meninggalkan museum. "Habis ada kunjungan dari company (perusahaan, red) mas" jawab petugas yang bernama lengkap Bambang Sukasnowo itu. Seperti layaknya sebuah museum di tempat lain, museum yang dulunya merupakan gedung De Javasche Bank warisan pemerintah kolonial Belanda itu juga terbuka luas untuk dikunjungi masyarakat umum.

"Dalam sehari jumlah rata-rata pengunjung museum bisa mencapai 30 orang, dari kalangan pelajar, mahasiswa, korporat dan warga biasa" terang pria yang sudah berumur 70 tahun itu. Bambang menambahkan bahwa pihaknya juga melayani pengunjung yang datang ke museum pada hari Minggu. "Kalau Idul Fitri atau hari besar agama lainnya kami memang libur" lanjut lelaki tua beranak 6 dan bercucu 11 itu. Museum Bank Indonesia Surabaya melayani pengunjung setiap harinya mulai pukul 08.00 -- 16.00 WIB, pengunjung tidak dikenakan tarif masuk alias gratis.

Berbekal 40 tahun pengalaman berkarir di dunia perhotelan, Pak Bambang dan beberapa asistennya berhasil mengelolah dan mengembangkan Museum Bank Indonesia Surabaya hingga tampak seperti sekarang ini. "Sudah empat tahun lebih saya menjaga museum ini" ujar Bambang sembari mempersilahkan saya melihat-lihat seisi museum yang bersebelahan dengan Gedung Internatio yang sangat bersejarah itu.

Cermin CCTV di De Javasche Bank (dok.pri)
Cermin CCTV di De Javasche Bank (dok.pri)
Jalan yang dibawahnya berupa selokan sebagai AC saat De Javasche Bank (dok.pri)
Jalan yang dibawahnya berupa selokan sebagai AC saat De Javasche Bank (dok.pri)
Menurut catatan sejarah, gedung De Javasche Bank Surabaya dioperasikan penggunaannya pada tanggal 14 September 1829 setelah sebelumnya berdiri kantor De Javasche Bank Batavia (Jakarta, red) pada tanggal 24 Januari 1828. De Javasche Bank Surabaya terletak di sudut jalan yang kala itu bernama Schoolplein dan Werfstraat, sekarang dinamakan Jalan Garuda dan Jalan Penjara. Sebagai kepala cabang dipercayakan kepada F.H. Preyer dengan dibantu asisten bernama A.H. Buchler. Sedangkan J.D.A. Loth ditunjuk sebagai komisarisnya.

Selain Jakarta dan Surabaya, De Javasche Bank juga membuka cabang di berbagai kota besar di Indonesia, antara lain di Kota Pontianak, Makasar, Palembang, Yogyakarta, Solo dan Cirebon. Pada tahun 1907 Manajemen De Javasche Bank melakukan renovasi (pembaruan, red) gedung yang tersebar di berbagai kota tadi. Di Surabaya sendiri pembaruan gedung De Javasche Bank berlangsung pada tahun 1910 dan kabarnya De Javasche Bank Surabaya menjadi gedung paling bergengsi pada masa itu.

Roda waktu terus bergulir, hingga pada tanggal 1 Juli 1953 gedung berarsitektur menawan itu beralih nama menjadi Bank Indonesia yang beroperasi sampai tahun 1973. Mengingat volume dan kegiatan perbangkan yang sangat padat hingga pada akhirnya kegiatan perbangkan dipindahkan ke Jalan Pahlawan 105 sampai sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun