Mohon tunggu...
Maura Natasha
Maura Natasha Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswi S1 Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Menulis murni untuk keperluan akademis, tidak untuk kepentingan atau urusan politik kelompok manapun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orientalism: Sebuah Cara Pandang Barat untuk Timur

20 Maret 2020   14:39 Diperbarui: 20 Maret 2020   15:12 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Edward Wadie Said, atau yang lebih dikenal sebagai Edward Said, lahir di Talbiyah, Yerusalem pada 1 November 1935.  Said merupakan seorang akademisi, aktivis politik, sekaligus kritikus sastra keturunan Palestina-Amerika yang Said secara gamblang menyerukan pemenuhan hak politik rakyat Palestina demi menciptakan Palestina yang merdeka.

Lahir dan hidup di Palestina yang berpenduduk mayoritas Muslim dengan nama ‘Edward’ dari Inggris, Wadie’ yang berasal dari Amerika dan nama belakang mengikuti ayahnya ‘Said’ mengikuti ayahnya yang berasal dari Arab membuat dirinya tidak lepas dari paradoks identitas.

Sewaktu kecil, Said menghabiskan waktunya di Yerusalem dan Kairo. Said mendapatkan pendidikan formal pertamanya tahun 1941 di Gezira Preparatory School, Lebanon dan mendapatkan pendidikan agama di All Saint’s Cathedral Church.

Karir dan kecintaan Said pada tulisan ilmiah berbau sosial-politik mulai muncul pada tahun 1951, saat Said pindah ke Amerika untuk melanjutkan studinya di Princeton University. Berawal dari mempublikasikan tulisan singkatnya di koran, Said terus menekuni kecintaannya akan sastra dan akhirnya menulis banyak buku yang terkenal, salah satunya Orientalism.

Orientalism berusaha menjawab pertanyaan seperti “masyarakat seperti apa yang hidup di Timur Tengah?” atau “bagaimana perilaku masyarakat yang tinggal di Timur Tengah?” meskipun tidak pernah secara langsung datang dan melihat kondisi yang terjadi di lapangan. Secara garis besar, Orientalism karya Said berusaha memberikan pemahaman mengenai individu maupun masyarakat yang berbeda dari masyarakat Eropa pada saat itu. 

Menurut Said, orientalisme adalah sebuah cara untuk memahami dunia Timur, khususnya Timur Tengah, sebagai sumber peradaban, bahasa dan budaya yang seringkali dianggap sebagai ‘dunia lain’ oleh masyarakat Eropa pada saat itu. Budaya dan cara hidup yang sangat berbeda antara Barat dan Timur membuat masyarakat Barat memandang Timur sebagai sebuah khayalan, sesuatu yang tidak nyata.

Dari sini, Said ingin membuktikan bahwa Timur adalah sesuatu yang nyata.

Sebelum Said, terdapat beragam pandangan mengenai wilayah Timur khususnya secara geografis. Menurut sarjana Eropa, wilayah Timur terbentang dari Cina sampai Mediterania (Mesir, India dan negara-negara Islam di Timur Tengah). Sedangkan menurut sarjana Inggris mencakup wilayah Cina, Jepang, Korea, Vietnam dan Filipina.

Baik pemikir Eropa maupun Amerika, menganggap masyarakat Timur sebagai kelompok yang irasional, tidak adil, tidak bermoral, barbar dan kekanakan. Definisi Timur ini berbanding terbalik dengan pendefinisian masyarat Barat sebagai kelompok yang rasional, bermoral tinggi dan ‘normal’.

Kemajuan paham orientalisme dari Barat melesat sekitar tahun 1815-1914 bersamaan dengan meluasnya wilayah jajahan Eropa dari 35% menjadi 85%. Pembagian wilayah jajahan yang terjadi antara Inggris dan Perancis memungkinkan penjelajahan hampir semua benua, khususnya Asia dan Afrika. Penjajah dari Barat tidak hanya membagi wilayah kekuasaan, tetapi juga memberikan doktrin-doktrin intelektual maupun ideologis bagi Timur dengan harapan masyarakat Timur dapat menjadi ‘manusiawi’.

Cara pandang Barat terhadap Timur dipicu oleh banyaknya kasus perang saudara di wilayah Timur karena perebutan kekuasaan dan sebagainya. Meskipun wilayah di Timur memang benar sering terjadi perang saudara, sarjana Barat tidak berusaha untuk mencari tahu lebih dalam mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perang dan hanya menarik kesimpulan dari apa yang dilihat.

Dari cara pandang ini, penjajahan yang dilakukan oleh Barat dianggap sebagai bentuk civilization bagi masyarakat Timur atas dasar hal prerogatif manusia yang sejatinya merupakan hegemonisme minoritas. Dari sini, Said sampai pada kesimpulan dan penggunaan istilah Timur sebagai ‘mereka’ dan Barat sebagai ‘kita’ yang tinggal di dunia masing-masing.

Sebagai ilustrasi, ada seorang dewasa yang tumbuh di lingkungan yang kental akan musik klasik seperti Beethvonen dan Mozart. Kemudian, ia ingin mencari tahu selera musik yang sedang populer di kalangan remaja dan memutuskan untuk datang ke klub. 

Di dalam klub, ia mendapati suasana yang berbanding terbalik dengan suasana saat menghadiri sebuah orkestra. Dentuman musik modern yang begitu keras, remaja-remaja yang menggoyangkan tubuhnya dengan bebas, pakaian yang cukup terbuka, membuatnya mengalami culture shock.

Perbedaan paham yang selama ini ditanamkan dalam dirinya membuat ia mengambil kesimpulan bahwa anak remaja tidak memiliki moral dan memerlukan pendidikan etika. Sama halnya dengan para sarjana Eropa (orang dewasa), mereka membuat stereotip terhadap masyarakat Timur (remaja) atas perbedaan cara hidup dan budaya yang dianut.

Dengan menguasai pemikiran dan retorika Barat, Said berupaya melakukan gebrakan terhadap pandangan sarjana Barat atas Timur yang direpresentasikan sepihak selama berabad-abad. Said berusaha untuk membantah dan memberikan cara pandang baru bagi masyarakat Eropa mengenai kehidupan dunia Timur meskipun pandangannya sedikit condong ke arah Barat. 

Masyarakat dunia pun akhirnya belajar untuk hidup berdampingan tanpa primordialisme (merasa golongannya lebih baik dari yang lain) sehingga tercipta toleransi antar golongan. Inilah makna penting karya Orientalism milik Said, mencapai hidup harmonis antar bangsa dan antar golongan.

 

REFERENSI
Encyclopedia Britannica. 2019. Edward Said diakses melalui britannica.com pada 18 Maret 2020
Lewis, Bernard. 1982. The Question of Orientalism. New York: The New York Review of Books
Said, Edward Wadie. 1978. Orientalism. New York: Vintage Books

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun