Mohon tunggu...
maulida arifatul munawaroh
maulida arifatul munawaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Belajar bisa dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jurgen Habermas: Teori Tindakan Komunikatif

26 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 26 Mei 2021   10:10 7882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jurgen Habermas merupakan seorang filsuf yang paling berpengaruh di abad kontemporer ini. Telah lama ia memasuki aliran filsafat kritis. Ciri khas dari filsafat kritis adalah selalu berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial nyata.[1] Pemikiran-pemikirannya cukup menarik untuk dibahas, salah satunya adalah teori tindakan komunikatif. 

Pemikiran Habermas mengenai teori ini bermula dari tidak setujunya pada kaum positivis dalam proses komunikasi. Utamanya adalah dalam konsep rasionalitas yang mana pada akhirnya memusatkan perhatiannya pada proses rasionalisasi kapitalis. Dalam hal ini, Habermas mencoba menjelaskannya dengan menggunakan "hubungan pragmatis-formal" (Formal-Pragmatic Relations) manusia yaitu kenyataan objektif, kenyataan sosial dan kenyataan subjektif yang dapat menghasilkan tiga macam sikap diantaranya mengobjektifkan (objectivating), konfirmatif-norma (norm-conformative) atau sikap kritis (critical) dan sikap ekspresif. Konsep Rasionalitas Komunikatif ini kemudian mampu menganalisa bentuk hubungan-hubungan dengan upaya pencapaian pemahaman bahasa.

Sebuah konsep pencapaian pemahaman yang mampu menyarankan suatu persetujuan yang termotivasi antar peserta yang diukur melawan kritik klaim kesahihan (validity claim). Klaim kesahihan (kebenaran proposisi, kebenaran normatif dan keikhlasan subjektif) menggolongkan kategori ilmu yang berbeda dalam ekspresi simbol. Jadi, ketidak-berpusatan pemahaman kita tentang dunia membuktikan banyaknya dimensi kepentingan dalam mengembangkan pandangan-dunia (worldview).[2]

Dalam bukunya The Theory of Communicative Action, Habermas menyebut empat macam klaim. Jika ada kesepakatan tentang dunia alamiah dan objektif, berarti mencapai klaim kebenaran (truth). Kalau ada kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial, berarti mencapai  klaim ketepatan (rightness). Jika ada kesepakatan tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai klaim autentisitas atau kejujuran (sincerity). Akhirnya, kalau mencapai kesepakatan atas klaim-klaim di atas secara keseluruhan, berarti mencapai klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Setiap komunikasi yang efektif harus mencapai klaim keempat ini, dan mereka yang mampu melakukannya disebut memiliki kompetensi komunikatif.[3]

Sebagaimana telah disinggung sedikit di awal bahwa The Theory of Communicative Action merupakan landasan bagi Teori Kritis Masyarakat Habermas, maka dia mengakhiri bahasan bukunya dengan memperkenalkan konsep sistem masyarakat dengan cara mengobjektivikasi dunia-kehidupan secara metodologis dan menjustifikasi pergeseran perspektif (dari perspektif partisipan ke arah perspektif peneliti) berdasarkan pemahaman teori tindakan.

Pandangan baru ini hendak menjelaskan makna reproduksi simbolis dunia-kehidupan ketika tindakan komunikatif digantikan oleh interaksi yang dikendalikan media.  Maksudnya bahasa (dalam fungsi koordinasinya) digantikan oleh media-media seperti uang dan kekuasaan. Konversi ini menimbulkan proses deformasi infrastruktur komunikatif dunia-kehidupan yang mengakibatkan patologis dalam masyarakat. Salah satunya adalah dominasi para kapitalis.[4]

Agar tidak terjadi pengambilalihan tindakan komunikatif yang tidak sehat akibat berkuasanya kelompok-kelompok tertentu, teori tindakan komunikatif Habermas ini membawa angin segar perubahan. Dunia-kehidupan bisa berjalan harmoni, ketika tidak ada pemaksaan sesuka hati dari beberapa individu ataupun sekelompok orang. Pemahaman awal pengetahuan manusia mula-mula memang diterima sebagai dunianya sendiri. Tetapi ketika kita berhadapan dengan dunia sosial, dimana manusia hidup, bertindak, dan berbicara satu sama lain serta berhadapan satu dengan yang berlawanan (dengan suatu pengetahuan eksplisit) akan membawanya ke praktik komunikatif. Sering kali hanya sebagian kecil dari pengetahuannya yang valid. Ketika memasuki ruang sosial maka mulailah timbul persoalan-persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi intersubjektif yang membawa setiap orang menjadi otonom dengan ikatan fungsional kebaikan bersama.

Referensi:

[1] Listiyono Santoso, Epistemologi kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2003).

[2] Anwar Nuris, "Tindakan Komunikatif: Sekilas Tentang Pemikiran Jurgen Habermas," al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi 1 (June 8, 2016): 39.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun