Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasa Marah yang Berubah Jadi Sedih, Melihat Akhir Tragis Teroris

23 Mei 2018   14:03 Diperbarui: 23 Mei 2018   14:15 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk kesekian kalinya teroris beraksi. Dan untuk kesekian kalinya gereja menjadi sasaran. Saudara-saudaraku yang hari itu akan beribadah kepada Tuhan, Khalik langit dan bumi beserta isinya, kembali harus menghadapi kenyataan pahit, rumah ibadah mereka diserang oleh pelaku bom bunuh diri, Ahad, 13 Mei 2018. Jatuh belasan korban dari tiga gereja yang diserang, termasuk para pelaku bom bunuh diri itu sendiri.

Dan yang mengejutkan, belakangan diketahui pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, adalah sebuah keluarga. Lalu ada keluarga lain yang juga melakukan hal yang sama di Mapolsek Sidoardjo. Dua keluarga yang melakukan bom bunuh diri itu adalah keluarga yang relatif muda, karena mereka masih memiliki anak kecil. Anak-anak mereka yang masih kecil juga diajak untuk berjihad, melakukan bom bunuh diri.

Hati saya benar-benar hancur melihat fenomena ini. Sampai hari ini saya tak habis pikir mengapa orang-orangtua itu harus mengajak anak-anak mereka untuk melakukan bom bunuh diri.

Ketika saya membuka facebook salah satu keluarga yang mengorbankan jiwa dan raga mereka demi sebuah keyakinan, saya tak percaya, melihat anak-anak yang lucu dan riang di dalam foto-foto yang dipajang itu telah tiada. Mereka pergi dengan cara yang sangat mengenaskan.

Saya tidak tahu apa yang terpikir di benak orang-orangtua yang membawa anak-anak mereka melakukan bom bunuh diri. Sebagai orangtua, saya selalu berusaha menjaga anak dari hal sekecil apapun yang menyakitinya. Umumnya orangtua yang memiliki anak saya pikir sependapat dengan saya. Orangtua rela menderita demi kebahagiaan anaknya.

Tidak sedikit orangtua yang membawa pulang makanan dari tempat lain untuk anaknya atau memberikan makan anaknya sampai kenyang walau ia lapar; orangtua rela memakan makanan sisa anaknya; membiarkan air panas menyiram badan atau kakinya, ketika sang anak yang masih kecil berusaha menjangkau air panas yang sedang bergolak di panci. Dan banyak lagi perbuatan herorik orangtua demi anaknya.

Tidak hanya manusia, hewan pun akan berusaha sekuat mungkin menjaga keselamatan anaknya walaupun ia harus mati. Tidak percaya, lihatlah tayangan-tayangan film dunia fauna yang memperlihatkan perjuangan hewan-hewan liar menjaga keselamatan anak-anak mereka dari ancaman predator yang lebih kuat.

Namun ketika pengorbanan dua keluarga di Surabaya demi sebuah keyakinan, saya sungguh tidak bisa memahami. Saya pikir, agama diciptakan agar manusia saling menghormati, saling mengasihi, saling menjaga dunia beserta isinya; menolong orang yang kesusahan dan menyelamatkan jiwa-jiwa yang terancam.

Saya tidak tahu bagaimana dengan nasib jiwa orang-orang yang mengorbankan diri demi mendapatkan korban sesama manusia. Menurut keyakinan yang saya miliki, Allah Yang Maha Kuasa akan menuntut balas atas darah-darah yang menetes dan jiwa-jiwa yang melayang karena perbuatan manusia.

Tapi Allah  Maha Pengampun. Saya berdoa, semoga Allah mengampuni dosa-dosa manusia yang berbuat jahat, zolim dengan sesama dan mencelakai orang lain.

Apakah Allah akan mengampuni atau tidak, itu tak seorang pun tahu, meskipun dalam kitab suci yang saya baca, ada dua tempat yang disediakan bagi jiwa-jiwa yang telah meninggalkan raganya kelak, yakni sorga dan neraka, tergantung amal dan perbuatannya di dunia.

Melalui nabi-nabi dan rasulnya, Allah telah memberikan pesan yang sangat jelas tentang perjalanan roh manusia setelah kematian. Setiap orang beriman kepada Allah hendaklah percaya tentang hal ini.

Kembali ke soal teroris yang telah mengorban nyawa untuk mendapatkan korban, secara kasat mata saya sedih, meski pun awalnya sangat geram. Sedih melihat mereka mengambil keputusan yang begitu pendek, sedih karena pada akhirnya mereka dipandang sebagai mahluk menjijikkan dan patut dijauhi, tak perduli ketika masih hidup mereka menunjukkan citra yang sangat agamis.

Saya sedih ketika mayat mereka akhirnya terlunta-lunta, jasadnya ditolak dimakamkan di mana-mana, bahkan oleh keluarga sendiri. Memang tidak seperti Allah yang Maha Pengampun, manusia sulit menghilangkan dendam, kebencian, sakit hati, rasa malu, dan hal-hal lain yang merugikan dirinya. 

Tidak sedikit manusia yang terus membawa amarah, kebencian dan sakit hati sampai ajal menjemputnya. Harga diri di dunia yang sementara seolah lebih penting akan kehidupan setelah kematian yang abadi. Contohnya ya para teroris itu.

Hari ini saya kembali membaca kembali potongan berita tentang pemakaman jasad teroris yang ditolak oleh masyarakat maupun keluarganya.

Begini isi potongan berita yang saya ambil dari media online:

Proses pemakaman terhadap sepuluh jenazah itu semuanya hampir sama. Masing-masing jenazah tiba dalam polisi terbungkus peti mati warna putih. Begitu tiba, peti itu langsung dimasukkan dalam liang lahat yang sudah disiapkan sebelumnya.

Prosesnya sangat cepat, tanpa ada doa atau ritual-ritual seperti prosesi pemakaman pada umumnya. Seperti dalam proses pemakaman tujuh jenazah ini, hanya mengabiskan waktu sekitar 45 menit terhitung sejak mobil jenazah tiba, sampai semua jenazah selesai dimakamkan.

Selama proses pemakaman, petugas dari Polda Jatim dan Polresta Sidoarjo terlihat melakukan penjagaan ketat di sekitar lokasi. Sampai semua proses pemakaman selesai, baru para pertugas itu meninggalkan makam.

Saya pernah menguburkan anjing saya yang mati karena sakit, anak saya yang masih kecil ketika itu menangis meraung-raung, dan saya berdoa sebelum meninggalkan kuburnya. Tidak adakah orang yang bersedia berdoa ketika para teroris dimakamkan?

Terlepas dari rasa marah dan geram yang belum hilang, saya sedih...Semoga Tuhan mengampuni dosa kita semua...(why16661@gmail.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun