Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Pemerhati literasi | peneliti bahasa | penulis buku bahasa Inggris

Menulis untuk berbagi ilmu | Pengajar TOEFL dan IELTS | Penulis materi belajar bahasa Inggris| Menguasai kurikulum Cambridge Interchange dan Cambridge Think | Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ilusi Kemajuan Kota, Menukar Pohon dengan Rumah Sakit Mewah

8 Juli 2025   11:27 Diperbarui: 8 Juli 2025   11:27 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi komplek perumahan perkotaan|gambar diolah Meta AI

Kita berhutang pada pohon-pohon besar. Mereka memberi kehidupan lewat oksigen yang kita hirup setiap detik. Tanpa kehadiran pepohanan yang rindang, tiada makna tumpukan harta.

Tumbuhan dan pepohonan menghasilkan oksigen lewat proses fotosintesis. Setidaknya, pohon-pohon besar menyumbang 28% oksigen di bumi.

Lalu, darimana sisa oksigen lainnya? 

Kadar oksigen lebih besar dihasilkan oleh plankton di dalam laut. 72% oksigen di bumi disuplai oleh plankton. Bayangkan betapa kita bergantung pada pohon dan plankton untuk bertahan hidup di bumi. 

Sayangnya, pola hidup manusia yang serakah menyebabkan kerusakan parah di bumi. Pengerukan alam lewat pengundulan hutan telah merusak ekosistem darat. Di lautan, pemburuan ikan secara masif berdampak pada menurunnya ekosistem plankton. 

Spesies plankton di lautan berkurang dari jumlah aslinya sekitar 100 ribuan spesies. Pembukaan lahan besar-besaran untuk mengambil emas, nikel, tembaga, dan uranium tidak hanya merusak ekosistem darat, tapi juga berdampak langsung ke habitat laut.

Pohon-pohon besar sirna dalam sekejap digantikan lahan sawit. Akibatnya, bumi semakin panas karena suplai oksigen berkurang. Secara tidak langsung, udara panas mengganggu kehidupan ribuan jenis plankton. 

Setiap tahunnya ratusan atau mungkin ribuan pohon besar ditebang. Padahal, satu pohon besar yang sudah berumur mampu menghasilkan 100 ribu oksigen per tahunnya. Jumlah ini setara 274 liter per hari.

Setiap orang dewasa membutuhkan 550 liter oksigen per hari. Lalu, silahkan kalikan jumlah populasi manusia dan total pohon besar yang masih tersisa?

Pembangunan sering kali mengenyampingkan kebutuhan oksigen. Komplek-komplek perumahan dibangun asal siap tanpa konsep penghijauan. Alhasil, rumah terlihat 'indah', tapi kehilangan unsur penting kehidupan.

Ilustrasi komplek perumahan perkotaan|gambar diolah Meta AI
Ilustrasi komplek perumahan perkotaan|gambar diolah Meta AI

Kita masih bisa bertahan hidup tanpa rumah. Namun, ketiadaan pohon di sekitar kita perlahan mengurangi jatah kehidupan. Pohon-pohon di sekitar kita juga membantu menfilter polusi. 

Tanpa kehadiran mereka, bukan hanya suplai oksigen berkurang, tapi kualitas oksigen menurun. Sayang seribu sayang, manusia sering bertindak cerobah karena mungkin terlalu pintar. 

Pohon-pohon besar dengan daun-daun yang meneduhkan kadang kala terkena imbas pembangunan. Mereka ditebang dalam sekejap, menyisakan ruang terbuka yang semakin panas terkena terik matahari. 

Ilustrasi pohon besar ditebang|gambar diolah Meta AI
Ilustrasi pohon besar ditebang|gambar diolah Meta AI

Komplek perumahan dewasa ini mengedepankan aspek estetika keindahan. Area terbuka hijau semakin terpinggirkan. Area depan rumah tertutupi oleh semen. Bahkan, ruang untuk menanam satu batang pohon tergantikan kanopi baja.

Perumahan tidak lagi mengedepankan kehidupan berkepanjangan. Pohon-pohon besar hanya ditanam sebagai tempat berteduh. Tidak jarang mereka dianggap mengganggu karena daun-daun yang luruh dijalanan.

Pernahkah kita berpikir betapa sebatang pohon besar memberi kehidupan lewat dedaunan?

Di bawah pohon-pohon besar itu tetangga saling menyapa, berteduh dan menukar cerita kehidupan. Di sudut-sudut jalanan kota, pohon-pohon besar membawa keteduhan bagi pengendara yang sedang melewati jalanan. 

Ribuan polusi kendaraan setiap harinya difilter oleh pepohonan, lalu oksigen alami ditebar. Adakah pohon meminta manusia membayarnya? 

Kita semua berhutang budi pada sebatang pohon besar. Untuk setiap kadar oksigen yang kita hirup, untuk setiap racun yang disaring, dan untuk cuaca teduh yang dihasilkan. 

Lalu, manusia-manusia tanpa rasa bersalah menebang pepohonan di tepi jalan, di lingkungan rumah, di hutan-hutan penyumbang ratusan sampai jutaan ribu liter oksigen per harinya. 

Kita menukar kemajuan dengan kepalsuan. Kemajuan perkotaan ditukar dengan kehidupan glamor. Bangunan tinggi, rumah besar, dan apartemen-apartemen mewah kian dikejar. 

Dampak kemajuan itu dibayar lewat polusi yang kini kita hirup. Pendapatan besar ditukar dengan pengeluaran lebih besar. Lalu, sisa uang itu dipakai untuk membeli kembali kesehatan dari bangunan bilik-bilik rumah sakit. 

Sumber penyakit yang sebenarnya datang karena ulah tangan manusia jahil. Sumber oksigen hilang ditukar dengan keindahan sesaat. Pepohonan besar tempat burung bersarang dan sumber kehidupan hewan-hewan kecil lainnya.

Manusia lupa jika mereka tidak hidup sendiri di bumi ini. Ada jutaan hewan-hewan kecil pemberi kehidupan di sekitar lewat kehadiran sebatang pohon besar. 

Bukan sekedar nilai oksigen dari sebatang pohon besar, tapi juga rantai makanan sesama mahluk hidup di bumi. Manusia sering lupa jika hewan-hewan kecil seperti plankton memberi oksigen secara gratis. Mereka tidak terlihat, tapi berbuat banyak untuk manusia.

Oleh karenanya, kita sebagai sesama makhluk di bumi tidak seharusnya memikirkan diri sendiri. Ekosistem kehidupan dimulai satu pohon di depan rumah. Bukan dengan memesan pintu pagar estetik, kanopi indah, halaman bersemen atau rumah-rumah impian gaya skandinavia.

Satu pohon besar adalah lambang kehidupan untuk makhluk di bumi. Jika belum mampu menanam satu pohon, jagalah tangan untuk tidak menebang pohon-pohon besar di sekitar kita. Biarkan mereka menjulang tinggi dan terus memberi manfaat untuk orang banyak. 

Penulis,

Masykur 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun