Masalah sampah seakan tidak pernah selesai. Kepedulian akan lingkungan sekitar masih menyentuh lapisan teratas. Tumpukan sampah menggambarkan betapa rendah dan rapuh literasi sampah plastik dalam lingkup keluarga.Â
Saya sering menemukan keluarga membuang sampah dari dalam mobil. Perilaku seperti ini menggambarkan rendahnya literasi sampah dalam keluarga. Fungsi kepala keluarga sebagai sumber utama literasi sampah pada anak terabaikan.
Di sudut-sudut jalan perkampungan, orang tua bahkan membawa anak untuk membuang sampah rumah tangga di tempat-tempat terlarang. Bukankah ini sebuah warisan sampah pada generasi selanjutnya?
Keluarga dan Literasi Sampah
Saya ingin berbagi pengalaman tentang edukasi sampah pada anak. Literasi sampah dalam keluarga menjadi gerbang paling efektif menyelesaikan siklus sampah di lingkungan tempat kita tinggal.Â
Saya mulai mengenalkan sampah pada anak di umur dua tahun. Selain rutin membacakan buku tentang lingkungan dan bahaya sampah, saya juga mendidik anak agar tidak membuang sampah plastik sampai ia menemukan tong sampah.
Literasi sampah plastik dalam keluarga sangatlah penting. Sebagai seorang ayah, saya punya kewajiban mendidik anak tentang bahaya sampah.Â
Anak belajar melalui contoh dari orang tua. Untuk itu, orang tua perlu memberi contoh baik bagaimana cara memperlakukan sampah, terutama sampah plastik.Â
Jangan berharap pada sekolah. Mulailah dari dalam rumah. Dari contoh-contoh kecil yang dilihat anak sehari-hari. Ayah mesti mengajarkan makna kebersihan pada anak. Pun sama, seorang ibu perlu mencontohkan kemana sampah semestinya berakhir.Â
Ketika sering membacakan buku tentang kebersihan dan dampak sampah pada lingkungan, anak belajar jauh lebih cepat mengenai sampah dan cara memperlakukan sampah dengan benar.Â
Jumlah sampah plastik di lingkungan perumahan semakin mengkhawatirkan. Dengan bertambahnya kafe-kafe modern di pinggiran jalan, pemakaian plastik naik drastis. Akibatnya, jumlah tumpukan sampah plastik miningkat tajam.