Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Pemerhati pendidikan dan bahasa asing

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar dari Swedia: Meninjau Kembali Definisi Literasi dan Esensi Buku Fisik

19 April 2025   12:58 Diperbarui: 21 April 2025   21:11 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemaknaan literasi yang keliru|ilustrasi gambar: freepik.com 

Banyak yang beranggapan jika literasi hanya berhubungan dengan baca tulis. Pemaknaan literasi seperti ini membangun persepsi negatif dalam dunia pendidikan.

Definisi literasi mesti dipahami lebih luas pada kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai media komunikasi atau bersosialisasi adalah lapisan awal literasi.

Literasi yang baik memungkinkan seseorang untuk mengembangkan diri. Dalam konteks yang lebih jauh, literasi ibarat sebuah jembatan penghubung untuk menuju tempat-tempat baru. 

Berapa persentase (%) siswa-siswi Indonesia yang mampu membaca dan menulis?

Baru-baru ini media nasional memberitakan ratusan siswa Bali tidak bisa membaca. Disisi lain, mereka mampu menggunakan media sosial dengan lancar. Sebuah ironi di tengah gempuran teknologi.

Membaca dan menulis adalah lapisan literasi paling bawah. Kedua skil ini menjadi modal dasar untuk menuju lapisan selanjutnya. Kemampuan literasi disokong oleh kefasihan berbahasa ibu (mother tongue).

Seorang anak memperoleh kemampuan berbahasa dari kedua orangtua. Ayah dan ibu berperan sebagai pembentuk fondasi utama literasi anak. Hal ini sering kali disepelekan dan diabaikan dalam ranah keluarga. 

Keluarga sebagai Gerbang Literasi

Gerbang literasi paling awal dimulai dari dalam rumah. Kemampuan berbahasa lahir dari pembiasaan dalam keluarga. Oleh karenanya, fungsi keluarga sebagai gerbang literasi tidak boleh digantikan sekolah. 

Apa yang terjadi pada ratusan siswa bali adalah cerminan mayoritas keluarga Indonesia saat ini. Kita sedang menghadapi krisis gaya asuh pada lapisan literasi paling dasar. 

Fungsi keluarga sebagai gerbang literasi mulai rapuh. Orangtua tidak lagi peduli dengan perkembangan kognitif anak. Bahkan, orangtua sengaja dengan penuh kesadaran membiarkan anak di depan layar smartphone selama berjam-jam. 

Beberapa teman mengeluh jika anak mereka belum mampu berbicara dengan lancar. Ketika ditanya seberapa aktif mereka mengajak anak berbicara, jawabannya sungguh memilukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun