Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dewan Pengawas, Menuju Detik-Detik Cabut Nyawa KPK!

16 Desember 2019   22:00 Diperbarui: 16 Desember 2019   22:03 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UU KPK telah resmi berfungsi pasca diundangkan dalam lembaran negara. Presiden tidak menandatangani dan telah resmi menjadi UU berupa UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK setelah tanggal  17 Oktober 2019. Uji materi di MK masih berjalan. Disisi lain persoalan saat polemik muncul, klimaksnya adalah dengan adanya Dewan Pengawas (Dewas) KPK. 

Dewas ini akan resmi terbentuk dan ada tanggal 20 Desember 2019 bersamaan pelantikan pimpinan baru KPK. Mengingat masa jabatan periode lalu. Pimpinan KPK periode 2015-2019 dilantik tanggal 21 Desember 2015 melalui Keppres No.133/P/2015. Genap 4 tahun sesuai jabatan pimpinan KPK dalam UU KPK.

Adanya Dewas KPK adalah tolak ukur kematian fungsi KPK. Nyawa KPK resmi akan tercabut jika Dewas ini diberlakukan. Jauh hari sebelumnya, saya telah mengupas analogi kematian KPK dari 2 senjata formal dan 1 informal yang dimiliki. 

Penyadapan, tidak berhak mengeluarkan SP3 dan OTT semua akan dipangkas oleh Dewas. Izin Dewas adalah pemangkasan teramputasinya "pro justicia" (Pasa 12B ayat (1) UU KPK). Ini embrio awal letak Dewas. Sekat akan terpotong. SP3 minimal 2 tahun (Pasal 40 ayat (1)). 

OTT tidak dijelaskan dalam UU. Masih dalam domain KPK secara kelembagaan dan adopsi tafsir KUHP. Sepak terjang Dewas nantinya akan masih jauh lagi tidak hanya pada 3 hal tersebut. Masih ikut campur tangan dalam hal penggeledahan dan lain-lain.

Sifat kolektif kolegial izin resmi kelembagaan selama ini hanya pada pimpinan KPK tidak ada lagi. Semua harus izin pada Dewas. Apakah jaminan Dewas tidak ada konflik kepentingan?. 

Apa jaminan Dewas tidak diintervensi?Apa jaminan Dewas tidak merusak pro justicia?. Apakah jaminan sifat rahasia hasil penyadapan Pasal 12D dapat terjaga?. Bukankah adanya Dewas pintu celah terbuka akan ada?. Ini adalah faktor teknis dalam penegakan hukum nanti dan pasti terjadi. Tolak ukurnya sangat jelas.

Jika pola check and balances dari Dewas adalah pembelaan dan pembenaran yang diada-adakan. Hanya dibuat seolah-olah Dewas sebagai kelembagaan yang dapat melakukan pengawasan terhadap lembaga lain. Padahal bukankah selama ini KPK juga sudah banyak pengawasan baik internal dan eksternal?. Bahkan audit keuangan juga melibatkan adanya BPK.

Konstruksi dari Pasal 24 ayat (3) UUD 1945, KPK selama ini  masih dalam ranah yudikatif. Pasca adanya debat konstitualisme di MK, telah diputuskan KPK masuk dalam rumpun eksekutif melalui putusan MK No.36/PUU-XV/2017. 

Ditegaskan lagi dalam Pasal 3 UU KPK. Ini menunjukan Presiden sebagai leader menjadi pimpinan utama. Pengambil kebijakan utama. Kebijakan melekat pada kebijakan Presiden. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun