"Sudah berapa lama kerja di pusat bu", tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Saya orang pertama yang ditarik ke kantor pusat ini", katanya tetap dengan ekspresi dingin.
"Lamaa juga ya."
"Ya."
"Tinggalnya di mana bu?", aku tetap mencoba membuka pembicaraan.
"Apartemen. Dekat sini", jawabnya singkat.
"Bapak enak. Baru datang sudah mendapatkan jabatan yang basah." Padahal orang-orang yang sudah lama di sini banyak. Tapi oleh bos tidak pernah diberikan kesempatan menduduki kursi jabatan yang banyak diincar oleh karyawan, katanya nyerocos.
Aku tak berkomentar apapun. Aku jadi berpikir apa ini yang menyebabkan aku mendapatkan sambutan yang kurang mengenakkan.
Hari-hari selanjutnya teror berbau mistis tidaklah berhenti. Malahan semakin sering kudapati.
Beras kuning, khas beras tabur upacara kematian, disebar di bawah meja kerjaku. Dua telor dimasukkan ke dalam laci meja. Kain putih diselipin di sela-sela map.
Teror bunga kanthil tiap hari ada saja. Kadang di tabur di kolong meja, di pojokan ruangan bahkan di atas kursi.Â