Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

100 Jam Pola Pembinaan P4

3 Juli 2020   15:39 Diperbarui: 3 Juli 2020   15:32 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa angkatan 85 sampai pertengahan 90an pasti pernah setidak-tidaknya memegang buku Menegakkan Wawasam Almamater karangan Nugroho Notosusanto tersebut.

Saat itu sedang gencar-gencarnya dilaksanakan penataran-penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pola 100 jam di semua kalangan masyarakat, tidak terkecuali di kalangan mahasiswa.  Sebelumnya  penataran P4 menggunakan pola 25 dan 45 jam.  Singkatnya waktunya lebih lama.  Bagi mahasiswa ini berarti setara dengan perkuliahan 2 SKS.

Yang masih melakat sampai sekarang adalah setiap mahasiswa peserta penataran P4 pola 100 jam bukan hanya harus menghafal 36 butir-butir pengamalan Pancasila tetapi harus menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.  Sesuatu yang terus-menerus diulang-ulang nyatanya begitu melekat dalam memori.

Hiruk pikuk RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) mengingatkan saya akan penataran P4 pola 100 jam yang harus diikuti oleh mahasiswa baru dalam Orientasi Pengenalan Kampus dahulu.  Mengutip pendapat Nugroho Notosusanto (mantan Rektor UI dan Mendikbud) bahwasanya penataran P4 di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa, adalah suatu keharusan untuk memantapkan ideologi Pancasila sehingga masyarakat tidak terombang-ambing di antara ideologi-ideologi lain di dunia.

Secara garis besar ideologi yang kuat di dunia adalah ideologi liberalisme dan marxisme. Disadari bahwa banyak kerangka berpikir masyarakat yang mengambil referensinya dari paham liberal dan marxis, bukan Pancasila.  Itulah yang mendasari perlunya diadakan penataran-penataran di kalangan masyarakat.

Tidak dicantumkannya Tap MPRS no.XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia wajar menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Keinginan untuk memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan sampai menjadi Ekasila (Gotong Royong) perlu dicermati pula.

Benteng yang terkuat untuk membendung pengaruh-pengaruh ideologi dari luar selain ideologi Pancasila adalah dengan memantapkan ideologi negara kepada setiap warga negara. Apabila benar RUU HIP dikembalikan ke usulan awal RUU PIP saya kira ini lebih tepat.  Kata kuncinya adalah pembinaan, bukan sekedar memberikan haluan.

Jkt, 030720

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun