Tanggal 12 Desember 2019 Â saya ingat pertama kali menulis di Kompasiana. Rasanya ragu, seperti perama kali masuk sekolah dan bertemu dengan orang baru.Â
Ini artikel saya pertama kali
Deg-degan, dengan segala kekawatiran saya memulai menulis, sebab bagaimana tidak, menulis di blog keroyokan dengan saling membaca dan menulis itu butuh satu keberanian. Keberanian untuk uji nyali, dan uji  kompetensi.
Awalnya saya tak paham dengan fungsi kotak biru berisi angka-angka. Tapi kawan saya Mulyo Hartono seorang guru dari Mojokerto memberikan dorongan, dan menjadi motivasi buat saya untuk terus menulis.
Saya baru paham apa arti kotak biru itu setelah artikel sudah agak banyak. Sampai akhir Desember saat dirayakan diumumkan peraih Nobel tahunan saya masuk peringkat ke 46 dengan skor 70K PV dan berhak menggondol hadiah sebesar 59.000, keren kan?
Bahagianya tak terkira saat masuk dalam daftar nama 99 orang yang ikut dapat reward. Lha wong masuk baru 15 hari sudah "diuwongke" dan mendapat kehormatan dan berdiri gagah dalam deretan penerima reward akhir tahun.
Awal tahun 2020, adalah tahun keemasan, peringkat saya naik dengan menggelembung nya reward yang saya terima. Nominalnya tak terlalu banyak sebenarnya, tapi kenaikan secara kualitatif terlihat dari reward yang saya terima, lebih dari 200K yang saya terima dari transferan gopay.
Bulan berikutnya, yaitu di bulan februari, saya mengalami penurunan lebih dari 50%. Reward saya hanya 100K lebih sedikit. Tapi saya merasa lebih beruntung karena dari sekian ratus ribu Kompasianer, saya salah seorang yang bisa mendapatkan K-reward
Bulan Maret-April rupanya menjadi saat yang berat. Di timeline Kompasiana muncul ratusan penulis baru dengan kualitas super Yahud. Terbukti banyak diantara mereka yang nangkring di HL. Dan saya artikel saya nyaris terpuruk karena beberapa hari tak ada satupun artikel yang berlabel biru, "peang" istilahnya.