Mohon tunggu...
masikun
masikun Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petik Rindu

6 November 2019   07:39 Diperbarui: 6 November 2019   07:47 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak lama kutahan segala rasa. Rasa yang kian hari kian membuncah dalam dada. Tertahan. Aku sadar betul siapa aku dihadapanmu. Sahabat. Ya kita hanya dua orang insan yang terikat oleh tali pertemanan yang sedikit naik level menjadi sahabat. Meskipun pada saat ditanyakan apa yang membadakan dari tiap level itupun aku tak sepenuhnya mengerti. Ya kita juga saling mengerti akan hal itu, bukan?

Bertahun lamanya kita menjalani kisah. Menepis segala resah. Beriringan melampaui segala keluh dan kesah. Sekali lagi, kita bukanlah siapa-siapa dalam hubungan yang seperti apa. Hanya mencoba meyakinkan diri masing-masing untuk tetap melangkah. Meskipun sejatinya tidak kemana arah. Terus berjalan. Terus menjaga persahabatan. Tanpa saling berniat untuk menyakiti atau menjadi pesakitan. 

Semalam penuh dengan kejutan. Kau tiba-tiba bertanya "Apakah kamu pernah terbawa perasaan ke aku?" Singkat. Mencekat. Aku limbung untuk sesaat. Seketika kujawab "Iya." Dengan was-was kunantikan jawaban atau bahkan pertanyaan lanjutan. " kenapa gak pernah bilang!" 

"Kenapa gak pernah bilang?" Untuk apa aku bilang bahwa aku terbawa perasaan. Untuk apa? Sampai detik ini bisa saling bertukar cerita denganmu saja bagiku sudah lebih dari cukup. Kamu yang mau mendengarkan segala keluh kesah ceritaku, kamu jugalah yang tanpa kamu sadari menjadi cambuk untuk segala kalutku yang sering berkecamuk. Kamu penting untukku sekarang, dan mungkin juga untukku ke depan. Demikian pula kamu tidak perlu tahu semua itu. 

Soal sabarku selama ini bukanlah sesuatu yang berat. Aku mulai menaruh rasa padamu bukan baru kemarin sore. Namun, sudah begitu lama. Kamu, aku rasa sering menangkap ketidakmampuanku untuk menutupi semua itu. Pun aku juga kadang menangkap bahwa kamu juga begitu. Jika sudah begitu, kita tiba-tiba saja membuat jarak.

Tidak ada tujuan lain kecuali untuk kembali menetralkan apa yang sedang membara. Hingga hari-hari berikutnya kembali bercerita, dan seolah sudah tidak ada apa-apa. Selalu begitu. Itulah kenapa aku gak pernah bilang. Selagi aku bisa menyimpannya kenapa harus dipaksa untuk disampaikan?

Sekarang ceritanya sudah berbeda. Kamu sudah tegas mempertanyakan perihal rasaku. Kamu sudah tahu sekarang. Pun aku juga telah tahu setidaknya dengan apa yang kamu rasakan. Kita sama-sama tahu. Hanya ada tawa yang tercipta. Saling terheran, betapa kuatnya kita saling bersembunyi dibalik ikatan persahabatan. Lebih dari itu ternyata kita juga menyimpan rasa yang sama, setidaknya kemarin, dan sekarang. Itulah faktnya. Masalahnya, apakah sudah siap? Siap untuk melangkah? Beriringan?

Belum. Aku tahu kamu sedang fokus mengejar apa yang sudah menjadi cita-cita. Pun denganku juga demikian. Inilah salah satu hal yang nampaknya belum bisa kuterima ketika aku mengungkapkan rasa. Baik itu mendapat penolakan, ataupun penerimaan. Bagiku sama-sama menyulitkan. Aku tak siap untuk mendapat penolakan, hingga persahabatan ini mungkin hampir dipastikan berakhir.

Juga dengan penerimaan. Aku sudah tidak mau lagi hanya melakoni kisah percintaan-percintaan yang tak jelas ujungnya. Kita saling bertukar pikiran untuk kedua hal itu. Menarik bukan? Membicarakan hati, bicara dari hati ke hati. Masalahnya jelas, kita belum siap untuk melangkah ke depan.

Solusinya? Aku tidak punya solusi. Berada di titik seperti saja itu sebuah kemustahilan yang pernah aku bayangkan. Apalagi kalau harus memikirkan rencana ke depan yang belum jelas juntrunganya.

"Ya udah mas, kalau 2021 nanti hatimu masih condong ke aku, datang saja ke rumah." Lagi-lagi aku tercekat mendengar kalimat itu keluar dari lisanmu. Permainan macam apalagi yang sedang aku rencakan. Dua tahun dari sekarang? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun