Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema Mahalnya Menjadi Pemimpin

20 September 2022   16:30 Diperbarui: 20 September 2022   16:34 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh

Masduki Duryat*)

Pemilu langsung di era reformasi---sebagai respon dari pemilu tidak langsung di era Orde Baru---dan sekarang akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada tahun 2024, akan menyisakan persoalan yang sangat kompleks. Salah satunya adalah mahalnya 'cost yang harus dibayar' oleh calon pemimpin; biaya koordinasi, atribut kampanye, 'curnis', sampai biaya 'mahar' yang harus dibayarkan kepada partai pengusung.

Dampak ikutan dari persoalan tersebut adalah ketidaksempatan pemimpin terpilih---untuk tidak mengatakan tidak peduli---untuk memikirkan kesejahteraan rakyat, tetapi yang ada dalam benaknya bagaimana modal segera kembali dan dampak turunannya adalah sedemikian 'mahalnya' juga untuk menduduki jabatan kepala dinas/instansi/badan dan lainnya. Sementara pada saat yang sama banyak regulasi yang membentengi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Alih-alih bukan kesejahteraan, keselamatan dan kemajuan untuk rakyat, sebaliknya banyak pemimpin di daerah (gubernur/bupati/walikota) yang berujung dipenjara. 

Saat ini korupsi, kebocoran anggaran dan pelaksanaan pembangunan lebih parah dari masa Orde Baru. Jika dulu korupsi terkonsentrasi di pemerintahan pusat, kini menjadi tersebar merata di semua lapisan birokrasi, baik dalam tugasnya melaksanakan pembangunan berbasis APBN/APBD demikian juga dalam hubungannya dengan pengusaha swasta. 

Yang lebih miris adalah korupsi yang dilakukan oleh oknum penegak keadilan yang sejatinya bertugas memberantas korupsi seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. 

Kriteria Pemimpin: Belajar dari Para Nabi

Persoalan kepemimpinan, bukan berbicara siapa---ini tidak penting---tetapi kriteria yang harus dikedepankan, dan ini ada pada para nabi. Tetapi pada saat yang sama banyak yang mencibir, itukan nabi, padahal nabi juga manusia. Ketika disebut sebagai teladan---pada nabi Muhammad misalnya, maka logikanya teladan itu bisa untuk ditiru atau dicontoh.

Prof. Adang Djumhur S., dalam sebuah kesempatan menyebut sifat-sifat nabi Muhammad SAW., yang perlu diteladani dalam konteks kepemimpinan adalah shidiq/benar (komitmen pada kebenaran, selalu berkata benar dan berjuang menegakkan kebenaran), Amanah/jujur/dapat dipercaya, (obyektif, ucapan dan perbuatannya sesuai dengan bisikan hatinya, adil dan aspiratif). Tabligh (komunikatif, transparan, dan demokratis, siap bermusyawarah serta bermufakat untuk kebenaran). 

Fathonah (cerdas, cerdik, luas wawasan, terampil dan profesional). Dalam teori manajemen modern keempat sifat ini dipandang kunci keberhasilan kepemimpinan/manajemen---Bambang Trim menambahkan satu kriteria yaitu Istiqamah/konsisten/ajeg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun