Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alas Purwo: Sejuta Misteri

11 September 2022   17:41 Diperbarui: 11 September 2022   17:44 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kami kembali sambil menikmati kanan-kiri pemandangan hutan dengan suara khas burung dan gemebyurnya ombak—karena ternyata juga lokasinya berdekatan dengan pantai yang sangat indah berpasirkan putih yang terhampar mempesona.

Sampai juga kami di tempat parkir, sambil melepas lelah menuju warung—banyak warung, ada penjual kopi, mie, nasi dan makanan ringan lainnya—saya memilih pesan mie rebus dengan es teh manis penghilang rasa lapar. Pada saat yang sama ada seorang anggota polisi yang berdinas di tempat ini, namanya Wahyudi—kebetulan saya tidak terlalu hapal pangkatnya—sambil menikmati mie rebus kami berdialog, ngobrol santai.

 A. Comte dan Toffler

Dengan mencoba mengadaptasi pandangan seorang sosiolog kontemporer A. Comte yang menyatakan bahwa ada tiga stadia pemikiran manusia; pemikiran primitive, ketika manusia percaya kepada animisme dan dinamisme, kepercayaan kepada agama dan ilmu pengetahuan. Ini tidak berarti ketika orang percaya kepada agama sudah out of date

Karena pada tulisannya yang lain tentang “altruism”, Comte menyatakan agama masih relevan dan fungsional. Ini sebuah stadia yang berkelindan satu sama lain, karena realitasnya kita yang hidup sekarang di era ilmu pengetahuan dan teknologi juga masih terjebak pada stadia ‘primitif’.

Demikian juga Alvin Toffler dalam The Third Wave-nya, juga mengatakan kita sekarang berada di ambang peradaban ketiga. Gelombang peradaban kedua mulai runtuh. “Kita sekarang melihat tidak hanya hancurnya techno-sphere, info-sphere, atau socio-sphere gelombang kedua, tapi juga rontoknya psycho-sphere”, kata Toffler. 

Dengan demikian kita sedang memasuki era revolusi sains teknologi yang sedemikian cepat perubahannya. Tetapi juga kepercayaan kepada Jeffry R. Palmer, edgar Cayce, Jayabaya, Mark Twain, Vangelia Pandeva Dimitrova, Nostradamus atau mungkin Mbah Mijan dengan ‘ramalan-ramalannya’ masih saja melekat, atau ke tempat-tempat tertentu, mendatangi ‘orang pintar’ untuk sekedar melanggengkan kekuasaan, mendapatkan jabatan, kekayaan dan lainnya. Lalu inikah yang terjadi di Alas Purwo?

 Misteri Alas Purwo

Ketika selesai saling berkenalan, sampailah pada pembicaraan tentang Alas Purwo dan Goa Istana yang telah kami kunjungi, lalu beliau bercerita mengalir dengan fasih. Menurut penuturannya, hutan ini masuk kategori taman nasional dan bersebelahan dengan milik Perhutani.

Alas ini masih menyimpan sejuta misteri dan keanehan, sekedar menyebut contoh, ia pernah bersama seorang temannya yang asli daerah tersebut,”ikuti saya, saya tahu persis daerah ini”, demikian katanya dengan percaya diri. 

Apa yang terjadi, ia dan temannya tidak ketemu jalan, tersesat sampai menjelang maghrib. Ini karena disinyalir temannya terlalu ‘sombong’ dan membanggakan diri dengan keberpengetahuannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun