Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alas Purwo: Sejuta Misteri

11 September 2022   17:41 Diperbarui: 11 September 2022   17:44 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lalu ketika beristirahat di satu tempat, dulu dengan HP jadul yang tak pernah ketinggalan dengan nada dering suara tokek, malam HP-nya bunyi—tentu dengan nada dering suara tokek—apa yang terjadi? Begitu melihat ke atas di langit-langit tempat istirahat, tokek sudah berkumpul mengelilingi langit-langit.

Kembali ke Goa Istana, Goa ini konon petilasan Bung Karno. Sebelum menentukan sikap, dan menentukan kebijakan tentang negeri ini, seringkali beliau berkontemplasi di tempat ini, tempat yang sunyi jauh dari keramaian. 

Maka mantan Presiden, Menteri, tokoh politik, Pejabat sipil maupun militer dan mayoritas pejabat di Jawa seringkali datang ke tempat ini dengan berbagai motif dan tujuan—ada juga yang sekedar berdoa. Ada juga, misalnya di beberapa Goa yang lain untuk sekedar mencari ketenangan, mengamalkan ilmu tertentu, sampai ‘lari dari kejaran’ lilitan utang sampai bertahun-tahun.

Ada yang menarik menurut penuturan Wahyudi, ada orang yang terlilit utang, kemudian dia ingin utang-utangnya lunas. Lalu mendapat ‘wangsit’ untuk memetik pohon dan buah tertentu sampai di rumah dijual dan lunaslah utang-utangnya. 

Tapi setelah sekian lama terpikir olehnya untuk balik lagi ke Alas Purwo dengan motif mencari pohon tersebut agar kaya raya, tetapi setelah sampai di tempat sekian lama mencari dia tidak mendapati pohon dan buah tersebut. 

Ia datang dengan motif keserakahan, sama dengan yang terjadi juga pada seseorang yang kelaparan kemudian makan buah-buahan di Alas tersebut, tapi ketika buah itu dibekal untuk dibawa pulang—tidak sekedar untuk menghilangkan rasa lapar—ia berputar-putar di tempat itu dengan tanpa tahu arah pulang.

Wilayah Alas Purwo ini, akan menjadi tempat yang ramai ketika momentum 1 Suro, orang ramai berdatangan tetapi dengan ‘khusyu’, senyap tanpa kebisingan sibuk dengan kontemplasinya masing-masing sampai pagi menjelang. 

Di tempat ini juga ada Pura—tempat beribadahnya orang Hindu—yang pada momentum tertentu banyak dari berbagai daerah yang datang tidak hanya dari Banyuwangi, tetapi juga Bali dan daerah lainnya. 

Karena diyakini Pura ini setingkat lebih tinggi stratanya dibanding dengan tempat ibadah (Pura) lainnya. Ibarat ummat Islam yang berhaji di Haramain, maka ummat Hindu pergi ke India, dan Pura di area Alas Purwo itu setingkat lebih rendah dari itu bagi mereka yang memiliki kelebihan harta.

Selayang pandangan kami arahkan ke pantai, pantai nan indah dengan hamparan pasir putih dan deburan ombak yang seolah tanpa henti gemebyur sampai ke pantai. 

Tapi di tengah keindahan itu, lagi-lagi menyimpan sejuta misteri, karena tertulis dengan jelas di pinggir pantai, “Dilarang berenang, berbahaya”, banyak pemancing yang kadang hilang ditelan samudera dan seringkali ada orang yang tenggelam di tempat lain ketemunya di pantai ini—entahlah apakah memang karena arus ombak dan anginnya yang menuju tempat ini atau karena ada faktor lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun