Mohon tunggu...
Mas Denal
Mas Denal Mohon Tunggu... Freelance Writer

Suka menulis dan mengetik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

3 Cara Mengajarkan Anak untuk Menghadapi Ekspektasi yang Tidak Realistis

23 Februari 2025   12:21 Diperbarui: 23 Februari 2025   10:46 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Cara Mengajarkan Anak untuk Menghadapi Ekspektasi yang Tidak Realistis (Dibuat oleh Mas Denal dengan menggunakan Meta AI)

Sebagai orang tua, pasti kita sering melihat anak-anak memiliki impian dan harapan yang begitu tinggi.

Kadang, harapan mereka itu terasa begitu indah dan membuat hati kita ikut berbunga-bunga.

Namun, di sisi lain, tidak jarang juga kita mendapati ekspektasi anak-anak yang terasa kurang realistis.

Misalnya, mereka ingin bisa terbang seperti superhero, atau berharap bisa mendapatkan semua mainan yang mereka lihat di iklan.

Sebagai orang dewasa, kita tahu bahwa tidak semua harapan itu bisa terwujud.

Sayangnya, anak-anak belum memiliki pemahaman yang sama.

Ketika ekspektasi yang tidak realistis itu tidak terpenuhi, mereka bisa merasa sangat kecewa, sedih, bahkan marah.

Jika dibiarkan terus menerus, hal ini bisa berdampak buruk pada perkembangan emosional dan mental anak.

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai orang tua untuk mengajarkan anak-anak bagaimana cara menghadapi ekspektasi yang tidak realistis.

Lalu, bagaimana caranya?

Tenang, tidak perlu bingung!

Dalam artikel ini, kami akan membahas 3 cara efektif yang bisa Anda lakukan untuk membantu anak-anak belajar menghadapi ekspektasi yang tidak realistis.

Yuk, simak bersama!

1. Kenali dan Validasi Perasaan Anak

Langkah pertama yang paling penting adalah mengenali dan memvalidasi perasaan anak.

Ketika anak mengungkapkan ekspektasinya, dengarkan dengan penuh perhatian tanpa menghakimi.

Cobalah untuk memahami dari mana ekspektasi itu berasal.

Mungkin mereka melihat di televisi, mendengar dari teman, atau hanya imajinasi mereka sendiri.

Setelah mendengarkan, validasi perasaan anak.

Katakan bahwa Anda mengerti mengapa mereka memiliki harapan itu dan mengapa mereka merasa kecewa ketika harapan itu tidak terwujud.

Misalnya, jika anak kecewa karena tidak bisa mendapatkan mainan terbaru yang diiklankan, Anda bisa berkata, "Ibu/Ayah tahu kamu pasti sedih karena belum bisa punya mainan itu.

Mainan itu memang terlihat seru ya di TV."

Dengan memvalidasi perasaan anak, mereka akan merasa didengarkan dan dipahami.

Hal ini akan membuat mereka lebih terbuka untuk menerima penjelasan selanjutnya.

Jangan langsung meremehkan atau menertawakan ekspektasi anak, meskipun terdengar tidak masuk akal bagi kita.

Ingatlah, dunia anak-anak adalah dunia imajinasi dan fantasi.

Menghargai perasaan mereka adalah langkah awal untuk membantu mereka memahami realitas.

2. Bantu Anak Membedakan Realita dan Fantasi

Setelah mengenali dan memvalidasi perasaan anak, langkah selanjutnya adalah membantu mereka membedakan antara realita dan fantasi.

Jelaskan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak.

Gunakan contoh-contoh konkret yang relevan dengan kehidupan mereka.

Misalnya, jika anak berharap bisa terbang seperti superhero, Anda bisa menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki sayap dan tidak bisa terbang sendiri.

Namun, Anda bisa menambahkan bahwa terbang adalah hal yang mungkin dilakukan dengan bantuan pesawat atau alat lainnya, tetapi tetap berbeda dengan superhero di film.

Anda juga bisa menggunakan buku cerita atau film sebagai media pembelajaran.

Pilih cerita atau film yang mengandung pesan tentang perbedaan antara fantasi dan realita.

Setelah menonton atau membaca bersama, diskusikan isinya dengan anak.

Tanyakan kepada mereka, bagian mana yang menurut mereka nyata dan bagian mana yang hanya fantasi.

Ajak anak untuk berpikir kritis dan logis.

Bantu mereka memahami bahwa tidak semua yang mereka lihat atau dengar itu benar-benar terjadi di dunia nyata.

Proses ini mungkin membutuhkan waktu dan kesabaran.

Ulangi penjelasan secara berkala dan gunakan berbagai cara yang kreatif agar anak tidak bosan dan lebih mudah memahami konsep realita dan fantasi.

3. Ajarkan Anak Membuat Tujuan yang Realistis dan Bertahap

Cara terakhir adalah mengajarkan anak untuk membuat tujuan yang lebih realistis dan bertahap.

Alih-alih membiarkan anak terpaku pada ekspektasi yang tidak mungkin tercapai, bantu mereka untuk menetapkan tujuan yang lebih terukur dan sesuai dengan kemampuan mereka.

Ajak anak untuk memikirkan apa yang sebenarnya ingin mereka capai dan bagaimana cara mencapainya langkah demi langkah.

Misalnya, jika anak ingin menjadi pemain sepak bola profesional, jelaskan bahwa untuk mencapai tujuan itu, mereka perlu berlatih secara rutin, belajar teknik-teknik dasar, dan terus mengembangkan kemampuan mereka.

Bantu anak untuk memecah tujuan besar menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dicapai.

Setiap kali mereka berhasil mencapai satu langkah kecil, berikan pujian dan dukungan.

Hal ini akan memotivasi mereka untuk terus berusaha dan mencapai tujuan yang lebih besar.

Ajarkan anak untuk menghargai proses daripada hanya fokus pada hasil akhir.

Tekankan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan bukan akhir dari segalanya.

Bantu mereka untuk belajar dari kesalahan dan bangkit kembali ketika menghadapi kesulitan.

Dengan memiliki tujuan yang realistis dan kemampuan untuk mencapainya secara bertahap, anak akan merasa lebih percaya diri dan termotivasi.

Mereka juga akan belajar untuk menghargai usaha dan kerja keras, serta lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

Penutup dan Kesimpulan

Mengajarkan anak untuk menghadapi ekspektasi yang tidak realistis adalah investasi penting untuk masa depan mereka.

Dengan menerapkan 3 cara di atas, yaitu mengenali dan validasi perasaan anak, membantu anak membedakan realita dan fantasi, serta mengajarkan anak membuat tujuan realistis, Anda dapat membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang lebih resilien dan bahagia.

Ingatlah, proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran.

Tidak ada solusi instan.

Yang terpenting adalah konsistensi dan dukungan Anda sebagai orang tua.

Dengan dukungan yang tepat, anak-anak akan belajar untuk mengelola ekspektasi mereka dengan lebih baik dan menghadapi kehidupan dengan lebih optimis.

Mari kita bantu anak-anak kita untuk memiliki harapan yang sehat dan realistis, agar mereka dapat meraih kebahagiaan dan kesuksesan di masa depan.

Bagikan artikel ini jika Anda merasa bermanfaat, dan mari bersama-sama kita ciptakan generasi yang lebih tangguh dan bijaksana!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun