Tak terasa waktu merayap begitu cepat. Dua jam sudah Michael menunggu. Saat film berakhir, ia segera bergegas menuju depan pintu keluar, memerhatikan satu per satu penonton yang keluar dari gedung studio satu. Sampai dengan penonton terakhir, perempuan itu tak dijumpainya. “Jangan-jangan ia nonton di studio dua?”, pikir Michael. Terpaksa ia harus menunggu lagi. Dan sampai penonton terakhir di 4 studio yang ada keluar, perempuan itu tetap tak terlihat . Ia pun segera beranjak, coba menghadang di luar. Saat keluar dari area bioskop xxi, dari kejauhan tampak perempuan itu sedang berdiri di halte seberang mall menunggu taksi. Kali ini Michael tak ingin kehilangan jejak. Langsung saja ia bergegas menghampiri perempuan itu.
“ Nunggu siapa, mbak?” , tanya Michael mengagetkan kesendiriannya.
Perempuan itu menoleh, memandanginya. Bola matanya yang bulat seperti hendak menelan dirinya. Tak ada jawaban yang meluncur dari bibir perempuan itu yang beku membiru. Michael jadi canggung untuk bertanya lebih jauh. Tak lama berselang, taksi kuning menepi, menghampiri lambaian tangan perempuan itu. Sopir keluar dan mempersilahkannya masuk. Sebelum masuk, perempuan itu membuka dompet, mengeluarkan sesuatu dan memberikannya pada Michael. Kartu nama. Sesaat berselang, taksi telah membawanya pergi menembus gelap meninggalkan berjuta tanya di kepalanya.
MICHELLE BOUDEWIJN
Jl. I Dewa Nyoman Oka, Kotabaru, Jogja
Demikian nama dan alamat yang tertulis di kartu nama. Lama ia pandangi kartu nama itu. Jogja? Kenapa hanya untuk nonton harus jauh-jauh ke Solo? Dan nama itu? Sepertinya ia pernah melihat nama itu pada buku catatan pribadi almarhum ayahnya, yang meninggal beberapa bulan lalu. Nama yang meninggalkan misteri bersama kematian sang ayah.
***
Dua minggu sudah Michael tak pernah lagi melihat perempuan itu. Bahkan di setiap pertunjukan film bermutu, dimana perempuan itu tak pernah melewatkan dan selalu ada diantara kerumunan antrean penonton, kini tak lagi tampak. Di mana gerangan dia? Sakitkah? Atau? Ah, Michael nggak mau menerka-nerka. Toh selama ini Risna yang tak pernah nelpon dan SMS, juga tak membuatnya cemas sedikitpun. Tapi perempuan itu lain. Bukan seperti Risna, pacarnya. Perempuan itu seperti menyimpan sesuatu rahasia yang bisa dibaca dari sorot sayu matanya. Michael akhirnya membuka kembali beberapa buku harian ayahnya, di mana ia pernah menemukan tulisan yang menyebutkan nama itu di beberapa catatan harian ayahnya. Tiba-tiba ia dikejutkan sebuah pesan yang ditujukan untuk dirinya,
“Nak, sungguh ayah merasa berdosa karena hingga hari ini tak pernah berterus terang, tentang siapa sebenarnya ibu kandungmu. Mama Sofia terlalu baik padamu, hingga ia pun menganggapmu sebagai anak sendiri, meski hatinya hancur karena pernah merasakan pahitnya dimadu. Hingga hari ini, ayah belum cukup siap menceritakan hal yang sebenarnya. Tapi ayah berjanji, kelak akan menceritakan semua hal tentang siapa ibumu. Setidaknya tulisan ini bisa menjadi doa, dan menuntunmu menemukan orang yang pernah melahirkanmu.”
Solo, 2 januari 2017
Tak terasa airmata michael menetes membasahi buku catatan itu. Sekujur tubuhnya lemas tak berdaya. Sesuatu yang tak pernah disangka mendadak menghujam dadanya bagai palu godam. Lalu, siapa ibunya kalau bukan mama Sofia? Michael berpikir keras. Menerka-nerka, apakah perempuan yang mengambil hati ayahnya dan meremukkan Mama Sofia adalah ibu kandungnya? Ah, sejahat itukah dia? Atau ayahnya kah yang mengkhianati Mama Sofia? Atau ...